Kailila hampir saja membanting ponselnya ke
lantai. Ia terkejut bukan main. Keseriusannya memandangi ponsel sedari tadi
membuatnya tak menyadari kalau ada orang di sampingnya. Melihat keasyikan
sahabatnya dengan posel yang ia pegang, radar keusilan Faradina mulai memuncak.
Tanpa berfikir panjang, ia langsung menepuk punggung Lila dari belakang.
"Heiiii
!! Serius amat, Mbak."
Spontan, Lila mengangkat tubuhnya. terkejut dan
refleks melepaskan ponsel yang ia pegang. untung saja Fara berhasil
meyelamatkan ponsel itu dari benturan lantai.
"Faraaa,
kebiasaan deh. Nggak pengen apa liat sahabatnya itu seneng dikit?"
"Maaf,
La. Lagian, lagi mantengin apa sih. Sampai-sampai nggak tau kalau aku udah di
sampingmu."
Raut muka Fara berubah. Murung dan cemberut.
tertahan. Seperti menyembunyikan sesuatu yang sangat mengganggu perasaannya.
"Santai kali. Maaf
ya, ikut aku yuk. Ada yang mau aku ceritakan ke kamu."
Lila segera menarik tangan Fara. Menuju tempat
biasa mereka menghabiskan waktu berjam-jam. Taman kampus. Fara tersenyum dan
mengikuti langkah sahabatnya yang baru bertemu sejak masuk kuliah. Tapi
senyumnya terlihat berat. tertahan dan dipaksa. kepandaiannya menyembunyikan
ekspresi muka dan perasaan memang perlu diacungi jempol. Keterpaksaannya
tersenyum rupanya tak diketahui sahabatnya.
Mereka terbiasa menikmati suasana di kampus dengan
duduk di taman kampus. Terletak di suduk gedung yang menjulang tinggi berlantai
4, di kelilingi beberapa tanaman pohon yang mirip dengan pohon kelapa membuat
udara di taman itu terlihat asri. rerumputan dan tanaman bunga yang sedang
bermekar menjadikan orang yang ada di tempat itu betah, tidak terkecuali dengan
Lila dan Fara.
"Ra, apa yang membuat
kamu tertarik sama cowok", Lila memulai percakapannya.
"Tergantung,
kenapa?",
Fara menjawab dengan muka serius dan meyakinkan. memang, perempuan satu ini
ketika dimintai pendapat memiliki sudut pandang yang berbeda.
"nggak papa sih,
tanya aja."
"Tanya? masak?
kepincut sama seseorang ya?"
Fara memainkan matanya, meledek sahabatnya yang
sangat suka dengan bunga anggrek ungu itu. Merekapun melepas tawa, tapi tak
dapat dipungkiri. Berbeda dengan Fara, Lila selalu tak berhasil menyembunyikan
ekspresi mukanya. Mukanya tiba-tba memerah, tersipu malu. Menandakan apa yang
ditebak Fara benar adanya.
Berjam-jam
mereka menghabiskan waktu bersama di tempat itu. tidak hanya bercerita, tetapi
hal produktif juga mereka lakukan. biasanya mereka sharing ilmu. satu mata
kuliah dibagi berdua untuk dipelajari, dan saat ketemu bertukar ilmu. tidak
mengherankan kalau prestasi mereka menjulang tinggi di kampus. bahkan Fara
tahun lalu dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi tingkat universitas.
***
Malam yang kian larut tidak mebuat Fara segera
beranjak masuk rumah. Sudah menjadi kebiasaannya, menikmati malam ditemani
dengan secangkir coklat hangat. Hembusan angin malam membuat udara semakin
sejuk dan terasa sangat indah. baginya, dengan malamlah ia bisa sepenuhnya menikmati
ciptaan-Nya. Rembulan benderang di ujung timur. Bulat. utuh. ah, memang kala
itu adalah bulan purnama. bintang yang gemerlap, semakin terasa tentram dengan
suara jangrik dan gemericik aliran air ke sungai di samping rumahnya.
Dalam diamnya menikmati malam, ia sering mengingat
perjalanan hidupnya. malam itu, ia teringat dengan Lila. Teman dekatnya
semenjak menjadi mahasiswa. Perkenalan, perjalanan, kebersamaan, bahkan
memiliki tekad yang sama. Betapa bersyukurnya dia dipertemukan dengan sosok
sahabat seperti Lila. Tapi, akhir-akhir ini ia sering terfikirkan dengan
kejadian siang itu. kejadian saat ponsel Lila hampir jatuh ke lantai. Kejadian
ketika ia berhasil untuk kesekian kalinya membuat sahabatnya hampir terkena
serangan jantung. (To Be Continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar