Senin, 10 Juni 2013

[Cerpen] Pupus Part#1


Kailila hampir saja membanting ponselnya ke lantai. Ia terkejut bukan main. Keseriusannya memandangi ponsel sedari tadi membuatnya tak menyadari kalau ada orang di sampingnya. Melihat keasyikan sahabatnya dengan posel yang ia pegang, radar keusilan Faradina mulai memuncak. Tanpa berfikir panjang, ia langsung menepuk punggung Lila dari belakang.
"Heiiii !! Serius amat, Mbak."
Spontan, Lila mengangkat tubuhnya. terkejut dan refleks melepaskan ponsel yang ia pegang. untung saja Fara berhasil meyelamatkan ponsel itu dari benturan lantai.
"Faraaa, kebiasaan deh. Nggak pengen apa liat sahabatnya itu seneng dikit?"
"Maaf, La. Lagian, lagi mantengin apa sih. Sampai-sampai nggak tau kalau aku udah di sampingmu."
Raut muka Fara berubah. Murung dan cemberut. tertahan. Seperti menyembunyikan sesuatu yang sangat mengganggu perasaannya.
"Santai kali. Maaf ya, ikut aku yuk. Ada yang mau aku ceritakan ke kamu."
Lila segera menarik tangan Fara. Menuju tempat biasa mereka menghabiskan waktu berjam-jam. Taman kampus. Fara tersenyum dan mengikuti langkah sahabatnya yang baru bertemu sejak masuk kuliah. Tapi senyumnya terlihat berat. tertahan dan dipaksa. kepandaiannya menyembunyikan ekspresi muka dan perasaan memang perlu diacungi jempol. Keterpaksaannya tersenyum rupanya tak diketahui sahabatnya.
Mereka terbiasa menikmati suasana di kampus dengan duduk di taman kampus. Terletak di suduk gedung yang menjulang tinggi berlantai 4, di kelilingi beberapa tanaman pohon yang mirip dengan pohon kelapa membuat udara di taman itu terlihat asri. rerumputan dan tanaman bunga yang sedang bermekar menjadikan orang yang ada di tempat itu betah, tidak terkecuali dengan Lila dan Fara.
"Ra, apa yang membuat kamu tertarik sama cowok", Lila memulai percakapannya.
"Tergantung, kenapa?", Fara menjawab dengan muka serius dan meyakinkan. memang, perempuan satu ini ketika dimintai pendapat memiliki sudut pandang yang berbeda.
"nggak papa sih, tanya aja."
"Tanya? masak? kepincut sama seseorang ya?"
Fara memainkan matanya, meledek sahabatnya yang sangat suka dengan bunga anggrek ungu itu. Merekapun melepas tawa, tapi tak dapat dipungkiri. Berbeda dengan Fara, Lila selalu tak berhasil menyembunyikan ekspresi mukanya. Mukanya tiba-tba memerah, tersipu malu. Menandakan apa yang ditebak Fara benar adanya.
Berjam-jam mereka menghabiskan waktu bersama di tempat itu. tidak hanya bercerita, tetapi hal produktif juga mereka lakukan. biasanya mereka sharing ilmu. satu mata kuliah dibagi berdua untuk dipelajari, dan saat ketemu bertukar ilmu. tidak mengherankan kalau prestasi mereka menjulang tinggi di kampus. bahkan Fara tahun lalu dinobatkan sebagai mahasiswa berprestasi tingkat universitas.

***

Malam yang kian larut tidak mebuat Fara segera beranjak masuk rumah. Sudah menjadi kebiasaannya, menikmati malam ditemani dengan secangkir coklat hangat. Hembusan angin malam membuat udara semakin sejuk dan terasa sangat indah. baginya, dengan malamlah ia bisa sepenuhnya menikmati ciptaan-Nya. Rembulan benderang di ujung timur. Bulat. utuh. ah, memang kala itu adalah bulan purnama. bintang yang gemerlap, semakin terasa tentram dengan suara jangrik dan gemericik aliran air ke sungai di samping rumahnya.
Dalam diamnya menikmati malam, ia sering mengingat perjalanan hidupnya. malam itu, ia teringat dengan Lila. Teman dekatnya semenjak menjadi mahasiswa. Perkenalan, perjalanan, kebersamaan, bahkan memiliki tekad yang sama. Betapa bersyukurnya dia dipertemukan dengan sosok sahabat seperti Lila. Tapi, akhir-akhir ini ia sering terfikirkan dengan kejadian siang itu. kejadian saat ponsel Lila hampir jatuh ke lantai. Kejadian ketika ia berhasil untuk kesekian kalinya membuat sahabatnya hampir terkena serangan jantung. (To Be Continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar