Senin, 10 Juni 2013

Asti, bocah nakal tur pinter



Riqi astuti, sampai sekarang aku belum tau, apa sebenarnya makna dari namaku, yang aku ingat hanya nama astuti yang katanya diberikan simbah karena aku lahir di bulan agustus, hanya itu. Sampai sekarangpun, aku tak lagi mencoba untuk mencari tau.
Lahir menjadi anak pertama mungkin menjadi sebuah kado terindah, bahkan sebuah kebahagiaan. Tidak dapat dipungkiri, anak pertama adalah anak yang diidam-idamkan oleh pasangan suami-istri. Karenanya, sikap 'memanjakan'-nya orangtua kepada putra/putri pertamanya dianggap sebagai hal yang wajar. Tentu hal demikian juga terjadi pada diriku. Bayi mungil yang lahir di pelosok desa terpencil di daerah gunung kidul.
Kelahiranku di dunia ini menambah kebahagiaan keluaga besar orang tua saya, sikap memanjakan sering aku peroleh dari orang-orang di sekitarku. Tapi sayang, mungkin kalau remaja seperti orang yang tidak tau terima kasih. Kasih sayang yang diberikan keluargaku malah aku balas dengan sikap rewel dan nakal.
Hmm, bahkan ketika orangtuaku kembali menceritakan tentang masa lalu, rasanya pengen ketawa dan nangis ketika ingat dengan sikap masa laluku. Beberapa orang yang aku ceritakan tentang kenakalanku saat kecil dengan keadaanku sekarang bahkan banyak yang merasa kaget dan tidak percaya. Tapi itulah aku, gadis kecil yang nakal dan egois tapi juga cerdas. :)
Aku lahir di gunungkidul, tepatnya di desa tepus, lebih tepatnya lagi di dusun blekonang. Tapi, masa kecilku aku lalui di kaliurang. Tepat di ujung utara kota yogyakarta, tidak jauh dari tlogo putri. Kata beberapa orang sih, kenakalanku itu bawaan dari lahir. Karena ketika aku nangis, mau berpuluh-puluh orang mendiamkanku, aku pasti tidak akan diam kalau bukan kemauanku. Ya, sejak kecil aku sudah kekeh dengan apa yang aku inginkan. Dan yang paling penting, aku harus mencoba dan tau dulu hasil yang aku inginkan, baru aku memutuskan untuk lanjut atau tidak. Sok bijak mungkin, tapi aku rasa itulah aku. Aku yang aku analisis dari sifatku di masa kanak-kanak.
Pernah, suatu ketika aku digendong ibuku ketika ibu sedang menyapu halaman rumah. Bukan halaman rumah sih, lebih tepatnya sekeliling rumah. Di belakang rumah aku melihat ada buah salak yang terbuang, spontan aku meminta turun dari gendongan, tapi tidak dibolehkan oleh ibu. Akupun meminta ibu untuk mengambilkan buah salak itu, tapi ibu bilang kalau salak itu sudah busuk tidak enak dimakan. Hmm, dengan penuh sabarnya beliau menyampaiakan padaku. Tapi dasar anak bandel, aku nggak mau tau, pokoknya aku minta diambilkan salak itu. Karena sifat ibu yang keras, ibu sedikit membentaku.
Disitulah seketika aku menangis, menjerit. Tak seorangpun bisa mendiamkanku, dengan gaya apapun dan dengan cara apapun aku tak mau diam. Kata orang-orang, dulu saat kecil kalau aku nangis kaya orang kesetanan. Akhirnya, sama (entah, dulu simbah atau ibu atau siapa) buah salak busuk itu diambil dan ditaruh di depanku. Seketika aku diam. Tapi setelah aku tau kalau salak itu ternyata sudah tidak enak di makan aku kembali menangis.
Bahkan, kalau nggak salah. Dulu karena jengkelnya melihat aku menangis dan tidak mau diam, ibu pernah menyuapiku cabai merah. Hmm, orang nangis kok disuapi cabai, yang bukannya diam tapi tambah keras, apalagi cabai itu cabai desa yang konon katanya lebih pedas daripada cabai yang dijual di warung-warung.
Pernah juga sama bapak, itu terjadi ketika aku meminta jajanan. Hmm, betapa nakalnya diriku :(entah, atas dasar apa aku tiba-tba menangis, katanya sih dulu aku liat mbak tutik. Mbak tutik itu salah satu pedangang sayur paling fenomenal di desaku, karena tanpa dia orang-orang di desaku tidak tau apa yang mau di masak. Biasanya ia berjualan sekitar jam 9 ke atas keliling kampung. Karena bapak sadar kalau aku menangis mau minta jajan, bapak membiarkanku. Iya, karena orangtuaku memang nggak terlalu memanjakanku perihal jajanan, selain nggak mau kalau menjadi kebiasaan juga karena faktor ekonomi. Tapi, itulah asti. Apa yang di mau harus selalu dituruti. Tapi bukan mau yang beneran mau sih, sebenernya hanya "mau tau". Di depan rumah aku nangis dengan teriak. Bahkan tetanggaku sampai hafal dengan tangisanku (yang sebenarnya mengganggu mereka). Inisiatif bapak menurutku sangat tepait, karena aku udah diapa-apain nggak mau diam, akhirnya aku digendong bapak menuju tepat berkerumun tetangga untuk membeli sayur yang dibawa mbak tutik, seketika bapak mendudukkanku tepat di depan dagangan itu ditaruh. "kuwi mbak, ben ditok.ke wae, arep milih opo cobo. Ono bocah kok ra gelem meneng."  kurang lebih seperti itulah ucapan bapak jengkel mendiamkanku. Sampai di depan dagangan mbak tutik bukan makanan yang ku pinta, bahkan aku tak meminta apapun. Di situ aku hanya penasaran, ada apa saja yang dijual. :o asti... Asti...
Lebih menjengkelkan lagi mungkin ketika aku diajak ke jogja sama bapak. Waktu itu adiknya bapak menjadi montir di bis jatayu, kalau nggak salah dulu tempatnya di daerah pasar telo. Aku diajak nginep di sana, cuma sama bapak. Walaupun disana ada bulek sama paklek. Hmm, tapi mungkin lebih hebok. Karena di daerah orang, walaupun di pinggir sih.... Waktu itu pernah kejadian bapak atau pak lek mau buang susu yang ada di tempat susu yang biasa aku pakai. Maksudnya sih untuk menggantikan dengan yang baru. Tapi dasar anak bandel, entah kenapa ketika itu aku melihat susu itu dibuang tiba-tiba nangis, itupun langsung nangis dengan teriak sekencang-kencangnya. "tu tu ne odo di buak" (susunya jangan dibuang) berkali-kali ku ucap kata itu. Bahkan bulek dan pak lek yang belum terlalu tau dengan sifatku sampai bingung bagaimana mendiamkannya. Sama bapakku sampai aku di bawa di tempat susu itu di buang. Aku suruh ngambil lagi (kalau bisa) maksudnya.
Hmm, dan masih banyak lagi cerita kenakalanku ketika kecil. Bahkan sampai sekarang, ketika aku pulang ke tepus dan bertemu sama simbah (mertuanya adiknya bapak) selalu ditanya, "asti, nangiso koyo biyen kae lho." kalau nggak ya, "asti, kok ora nangis meneh." rasanya geli sendiri kalau denger. Tapi seneng sih, punya cerita tersendiri ketika masa kecil. Walaupun setiap kali denger ceritaku sendiri cuma pengen nangis dan nyesel :(
Tapi, big thanks untuk semua keluarga dan tetangga-tetanggaku. Kenakalanku saat kecil itu diiringi dengan do'a-do'a indah yang selalu mengalir untukku. Walaupun mereka jengkel dengan kenakalanku saat itu, kalau kembali mendengar ceritanya dulu. Rasanya sangat berterima kasih. Katanya bapak-ibu banyak yang mendo'akan baik atas kenakalanku itu. Dan kini, akan ku coba dan akan ku perjuangan semua kebaikan dan do'a yang kalian panjatkan. Aku akan menjadi seperti apa yang kau inginkan, bahkan lebih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar