Riqi astuti, sampai sekarang aku belum tau, apa
sebenarnya makna dari namaku, yang aku ingat hanya nama astuti yang katanya
diberikan simbah karena aku lahir di bulan agustus, hanya itu. Sampai
sekarangpun, aku tak lagi mencoba untuk mencari tau.
Lahir menjadi anak pertama mungkin menjadi sebuah
kado terindah, bahkan sebuah kebahagiaan. Tidak dapat dipungkiri, anak pertama
adalah anak yang diidam-idamkan oleh pasangan suami-istri. Karenanya, sikap
'memanjakan'-nya orangtua kepada putra/putri pertamanya dianggap sebagai hal
yang wajar. Tentu hal demikian juga terjadi pada diriku. Bayi mungil yang lahir
di pelosok desa terpencil di daerah gunung kidul.
Kelahiranku di dunia ini menambah kebahagiaan
keluaga besar orang tua saya, sikap memanjakan sering aku peroleh dari
orang-orang di sekitarku. Tapi sayang, mungkin kalau remaja seperti orang yang
tidak tau terima kasih. Kasih sayang yang diberikan keluargaku malah aku balas
dengan sikap rewel dan nakal.
Hmm, bahkan ketika orangtuaku kembali menceritakan
tentang masa lalu, rasanya pengen ketawa dan nangis ketika ingat dengan sikap
masa laluku. Beberapa orang yang aku ceritakan tentang kenakalanku saat kecil
dengan keadaanku sekarang bahkan banyak yang merasa kaget dan tidak percaya.
Tapi itulah aku, gadis kecil yang nakal dan egois tapi juga cerdas. :)
Aku lahir di gunungkidul, tepatnya di desa tepus,
lebih tepatnya lagi di dusun blekonang. Tapi, masa kecilku aku lalui di
kaliurang. Tepat di ujung utara kota yogyakarta, tidak jauh dari tlogo putri.
Kata beberapa orang sih, kenakalanku itu bawaan dari lahir. Karena ketika aku
nangis, mau berpuluh-puluh orang mendiamkanku, aku pasti tidak akan diam kalau
bukan kemauanku. Ya, sejak kecil aku sudah kekeh dengan apa yang aku inginkan.
Dan yang paling penting, aku harus mencoba dan tau dulu hasil yang aku
inginkan, baru aku memutuskan untuk lanjut atau tidak. Sok bijak mungkin, tapi
aku rasa itulah aku. Aku yang aku analisis dari sifatku di masa kanak-kanak.
Pernah, suatu ketika aku digendong ibuku ketika
ibu sedang menyapu halaman rumah. Bukan halaman rumah sih, lebih tepatnya
sekeliling rumah. Di belakang rumah aku melihat ada buah salak yang terbuang,
spontan aku meminta turun dari gendongan, tapi tidak dibolehkan oleh ibu.
Akupun meminta ibu untuk mengambilkan buah salak itu, tapi ibu bilang kalau
salak itu sudah busuk tidak enak dimakan. Hmm, dengan penuh sabarnya beliau
menyampaiakan padaku. Tapi dasar anak bandel, aku nggak mau tau, pokoknya aku
minta diambilkan salak itu. Karena sifat ibu yang keras, ibu sedikit
membentaku.
Disitulah seketika aku menangis, menjerit. Tak
seorangpun bisa mendiamkanku, dengan gaya apapun dan dengan cara apapun aku tak
mau diam. Kata orang-orang, dulu saat kecil kalau aku nangis kaya orang
kesetanan. Akhirnya, sama (entah, dulu simbah atau ibu atau siapa) buah salak
busuk itu diambil dan ditaruh di depanku. Seketika aku diam. Tapi setelah aku
tau kalau salak itu ternyata sudah tidak enak di makan aku kembali menangis.
Bahkan, kalau nggak salah. Dulu karena jengkelnya
melihat aku menangis dan tidak mau diam, ibu pernah menyuapiku cabai merah.
Hmm, orang nangis kok disuapi cabai, yang bukannya diam tapi tambah keras,
apalagi cabai itu cabai desa yang konon katanya lebih pedas daripada cabai yang
dijual di warung-warung.
Pernah juga sama bapak, itu terjadi ketika aku
meminta jajanan. Hmm, betapa nakalnya diriku :(entah, atas dasar apa aku
tiba-tba menangis, katanya sih dulu aku liat mbak tutik. Mbak tutik itu salah
satu pedangang sayur paling fenomenal di desaku, karena tanpa dia orang-orang
di desaku tidak tau apa yang mau di masak. Biasanya ia berjualan sekitar jam 9
ke atas keliling kampung. Karena bapak sadar kalau aku menangis mau minta
jajan, bapak membiarkanku. Iya, karena orangtuaku memang nggak terlalu
memanjakanku perihal jajanan, selain nggak mau kalau menjadi kebiasaan juga
karena faktor ekonomi. Tapi, itulah asti. Apa yang di mau harus selalu
dituruti. Tapi bukan mau yang beneran mau sih, sebenernya hanya "mau
tau". Di depan rumah aku nangis dengan teriak. Bahkan tetanggaku sampai
hafal dengan tangisanku (yang sebenarnya mengganggu mereka). Inisiatif bapak
menurutku sangat tepait, karena aku udah diapa-apain nggak mau diam, akhirnya
aku digendong bapak menuju tepat berkerumun tetangga untuk membeli sayur yang
dibawa mbak tutik, seketika bapak mendudukkanku tepat di depan dagangan itu
ditaruh. "kuwi mbak, ben ditok.ke wae, arep milih opo cobo. Ono bocah kok
ra gelem meneng." kurang lebih seperti itulah ucapan bapak jengkel
mendiamkanku. Sampai di depan dagangan mbak tutik bukan makanan yang ku pinta,
bahkan aku tak meminta apapun. Di situ aku hanya penasaran, ada apa saja yang
dijual. :o asti... Asti...
Lebih menjengkelkan lagi mungkin ketika aku diajak
ke jogja sama bapak. Waktu itu adiknya bapak menjadi montir di bis jatayu,
kalau nggak salah dulu tempatnya di daerah pasar telo. Aku diajak nginep di
sana, cuma sama bapak. Walaupun disana ada bulek sama paklek. Hmm, tapi mungkin
lebih hebok. Karena di daerah orang, walaupun di pinggir sih.... Waktu itu
pernah kejadian bapak atau pak lek mau buang susu yang ada di tempat susu yang
biasa aku pakai. Maksudnya sih untuk menggantikan dengan yang baru. Tapi dasar
anak bandel, entah kenapa ketika itu aku melihat susu itu dibuang tiba-tiba
nangis, itupun langsung nangis dengan teriak sekencang-kencangnya. "tu tu
ne odo di buak" (susunya jangan dibuang) berkali-kali ku ucap kata itu.
Bahkan bulek dan pak lek yang belum terlalu tau dengan sifatku sampai bingung
bagaimana mendiamkannya. Sama bapakku sampai aku di bawa di tempat susu itu di
buang. Aku suruh ngambil lagi (kalau bisa) maksudnya.
Hmm, dan masih banyak lagi cerita kenakalanku
ketika kecil. Bahkan sampai sekarang, ketika aku pulang ke tepus dan bertemu
sama simbah (mertuanya adiknya bapak) selalu ditanya, "asti, nangiso koyo
biyen kae lho." kalau nggak ya, "asti, kok ora nangis meneh."
rasanya geli sendiri kalau denger. Tapi seneng sih, punya cerita tersendiri
ketika masa kecil. Walaupun setiap kali denger ceritaku sendiri cuma pengen
nangis dan nyesel :(
Tapi, big thanks untuk semua keluarga dan
tetangga-tetanggaku. Kenakalanku saat kecil itu diiringi dengan do'a-do'a indah
yang selalu mengalir untukku. Walaupun mereka jengkel dengan kenakalanku saat
itu, kalau kembali mendengar ceritanya dulu. Rasanya sangat berterima kasih.
Katanya bapak-ibu banyak yang mendo'akan baik atas kenakalanku itu. Dan kini,
akan ku coba dan akan ku perjuangan semua kebaikan dan do'a yang kalian
panjatkan. Aku akan menjadi seperti apa yang kau inginkan, bahkan lebih :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar