Tergiang. Mungkin itu kata yang tepat.
Bahkan Fara masih ingat betul, bagaimana kejadian siang itu. Kala ia
menyelamatkan ponsel Lila, kala ponsel itu ada ditangannya. Kejanggalan yang ia
temukan saat beberapa detik ponsel itu ditangannya masih tergambar jelas dalam
ingatannya.
Ponsel itu. Walaupun hanya beberapa detik
dalam genggamannya, tapi mampu membuat gadis dengan rambut hitam legam sebahu
ini gelisah. Entah, ia pun tak tau, kenapa ia menjadi sangat gelisah ketika
melihat ponsel itu. Bukan karena ponselnya, tapi foto di dalamnya. Sikap
usilnya ternyata membuat ia menemukan fakta baru yang sama sekali belum ia
ketahui. Keseriusan Lila memandangi ponsel siang itu ternyata memandang foto laki-laki. Siapa yang tidak kenal dengan
laki-laki itu? Bahkan mungkin ia menjadi orang terpenting dan terkenal di
fakultasnya. Fezi nama laki-laki itu, ketua BEM Fakultas Psikologi. Satu
fakultas dengan Fara dan Lila, hanya saja satu tahun lebih tua dari mereka.
Entah, malam itu sudah jam berapa. Udara
malam itu semakin dingin, meresap melalui pori-pori. Hembusan angin semakin
lama semakin kencang. Tapi, sang purnama masih terpancar indah di atas awan,
membuat pancaran cahayanya di bumi semakin terang. Indah. Entah, sudah berapa
jam ia melamun. Memorinya masih teringat dengan kejadian itu. Ia mencoba
menerka apa yang terjadi pada diri sahabatnya.
“Mungkinkah
Lila suka dengan Fezi?”
Fara mencoba menengadah ke langit. Mencoba
mencari jawaban. Mengharap pertanyaan yang baru saja ia lontarkan dapat
terjawab. Sangat simpel. Tapi, sulit sekali mencari jawabannya. Langit hanya
mampu tersenyum. Tak mampu mengungkapkan sepatah katapun.
Malam ini, aktivitas Fara berakhir tanpa
sebuah kesimpulan. Pertanyaan tanpa jawaban. Lebih tepatnya belum memperoleh
jawaban. Rasa penasarannya masih menghujam kuat dalam hatinya.
“Lila,
sejak kapan dia jatuh cinta dengannya? Ah, benarkah? Jatuh cinta? Fezi? Dia
sama sekali belum cerita padaku tentang itu. Ah, mungkin aku hanya salah
menerka.”
****
“Ra,
lihat deh. Keren ya?”
Di sela-sela kuliah, update info fakultas adalah rutinitas Lila. Bahkan, ia sering
menjadi referensi teman-temannya ketika ingin tau info terbaru di fakultas.
Memang, perempuan satu ini gila dengan informasi. Lila menyodorkan ponselnya
pada Rara. Menginginkan agar Rara membaca berita yang telah dibacanya.
“Ah,
kamu itu. Palingan juga cuma berita uang SPP naik. Males ah.”
“Bukan,
kali ini percaya deh sama aku.”
Lila memaksa Fara untuk mengetahui. Ia
sangat antusias dengan berita itu. Seperti ada x-factor yang membuatnya merasa
berita itu sangat penting baginya. Tanpa menunggu jawaban iya atau tidak dari
Rara, ia memberikan ponselnya ditangan Rara.
Kalau sudah seperti itu, Rara sudah tak
mampu menolak keinginan sahabatnya. Ia harus membaca berita itu. “Prestasi mahasiswa?”. Dalam hati, Fara
mencoba menerka, “Apa maksud Lila bilang
keren tadi?” . Perlahan ia membaca
berita itu. Dengan seksama. Tanpa meninggalkan sebaris katapun dalam berita
itu. Tertulis jelas dalam berita itu, Fezi Dauri (Kembali) Memenangkan Lomba
Tingkat Nasional.
“Fezi?
Menang? Hebat ya tuh anak”, ujar Fara dengan suara yang lumayan keras.
“Iya,
kapan coba kita bisa ngalahin tu orang”
“Kalau
aku sih besok”, jawab Fara
dengan penuh candaan. mereka larut dalam pembahasan Fezi. Mahasiswa aktivis
berprestasi.
“Eh,
berati kita bakal dapat traktiran donk?”, Fara melanjutkan ucapannya.
“Oh,
iya. Ya udah, nanti kan kita bakal ketemu dia lagi.”
Fara dan Lila memang dekat dengan Fezi.
Walaupun tidak dalam satu naungan dalam organisasi yang sama, ataupun dalam
kelas yang sama. Mereka sejak awal masuk kuliah memang dekat dengan Fezi.
Bahkan sebelum Fezi menjadi ketua BEM seperti sekarang ini. Kedekatan mereka
bermula ketika Fara dan Lila mendapat tugas untuk wawancara mahasiswa angkatan
atasnya. Fezi terpilih menjadi target mereka atas usulan dari teman satu kelompok yang
sudah kenal Fezi.
***
Seperti biasa, tongkrongan wajib bagi Fara
dan Lila. Taman Kampus. Tapi sore ini berbeda, meraka duduk di tempat itu
sembari menunggu Fezi. Mereka berniat untuk ngerjain Fezi. Siang tadi selepas
mereka membaca berita update, Lila
langsung menghubungi Fezi untuk minta kumpul bertiga di taman kampus sore ini.
Dari sudut timur taman itu, terlihat sosok
laki-laki. Perfect sekali. Tidak
terlalu tinggi, dibilang pendek juga tidak. Wajahnya membuat orang tak
bosan-bosannya memandang. Pas. Tak putih, juga tak hitam. Setiap dipandang selalu
menyejukkan, tak pernah terlihat rasa lelah dalam wajahnya, walaupun setumpuk
tugas di pundaknya. Senyum yang khas selalu ia hulurkan setiap bertemu dengan
orang lain. Kenal ataupun tak mengenalnya. Dengan jas kebanggaannya, ia
terlihat gagah. Jas BEM Fakultas Psikologi, berwarna biru muda dengan garis
berwarna silver. Elegan. Apalagi dikenakan oleh mahasiswa terpenting di
fakultas. (To Be Continue)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar