Sabtu, 15 Juni 2013

[Cerpen] Pupus part#2

Tergiang. Mungkin itu kata yang tepat. Bahkan Fara masih ingat betul, bagaimana kejadian siang itu. Kala ia menyelamatkan ponsel Lila, kala ponsel itu ada ditangannya. Kejanggalan yang ia temukan saat beberapa detik ponsel itu ditangannya masih tergambar jelas dalam ingatannya.
Ponsel itu. Walaupun hanya beberapa detik dalam genggamannya, tapi mampu membuat gadis dengan rambut hitam legam sebahu ini gelisah. Entah, ia pun tak tau, kenapa ia menjadi sangat gelisah ketika melihat ponsel itu. Bukan karena ponselnya, tapi foto di dalamnya. Sikap usilnya ternyata membuat ia menemukan fakta baru yang sama sekali belum ia ketahui. Keseriusan Lila memandangi ponsel siang itu ternyata memandang foto  laki-laki. Siapa yang tidak kenal dengan laki-laki itu? Bahkan mungkin ia menjadi orang terpenting dan terkenal di fakultasnya. Fezi nama laki-laki itu, ketua BEM Fakultas Psikologi. Satu fakultas dengan Fara dan Lila, hanya saja satu tahun lebih tua dari mereka.
Entah, malam itu sudah jam berapa. Udara malam itu semakin dingin, meresap melalui pori-pori. Hembusan angin semakin lama semakin kencang. Tapi, sang purnama masih terpancar indah di atas awan, membuat pancaran cahayanya di bumi semakin terang. Indah. Entah, sudah berapa jam ia melamun. Memorinya masih teringat dengan kejadian itu. Ia mencoba menerka apa yang terjadi pada diri sahabatnya.
“Mungkinkah Lila suka dengan Fezi?”
Fara mencoba menengadah ke langit. Mencoba mencari jawaban. Mengharap pertanyaan yang baru saja ia lontarkan dapat terjawab. Sangat simpel. Tapi, sulit sekali mencari jawabannya. Langit hanya mampu tersenyum. Tak mampu mengungkapkan sepatah katapun.
Malam ini, aktivitas Fara berakhir tanpa sebuah kesimpulan. Pertanyaan tanpa jawaban. Lebih tepatnya belum memperoleh jawaban. Rasa penasarannya masih menghujam kuat dalam hatinya.
“Lila, sejak kapan dia jatuh cinta dengannya? Ah, benarkah? Jatuh cinta? Fezi? Dia sama sekali belum cerita padaku tentang itu. Ah, mungkin aku hanya salah menerka.”

****

“Ra, lihat deh. Keren ya?”
Di sela-sela kuliah, update info fakultas adalah rutinitas Lila. Bahkan, ia sering menjadi referensi teman-temannya ketika ingin tau info terbaru di fakultas. Memang, perempuan satu ini gila dengan informasi. Lila menyodorkan ponselnya pada Rara. Menginginkan agar Rara membaca berita yang telah dibacanya.
“Ah, kamu itu. Palingan juga cuma berita uang SPP naik. Males ah.”
“Bukan, kali ini percaya deh sama aku.”
Lila memaksa Fara untuk mengetahui. Ia sangat antusias dengan berita itu. Seperti ada x-factor yang membuatnya merasa berita itu sangat penting baginya. Tanpa menunggu jawaban iya atau tidak dari Rara, ia memberikan ponselnya ditangan Rara.
Kalau sudah seperti itu, Rara sudah tak mampu menolak keinginan sahabatnya. Ia harus membaca berita itu. “Prestasi mahasiswa?”. Dalam hati, Fara mencoba menerka, “Apa maksud Lila bilang keren  tadi?” . Perlahan ia membaca berita itu. Dengan seksama. Tanpa meninggalkan sebaris katapun dalam berita itu. Tertulis jelas dalam berita itu, Fezi Dauri (Kembali) Memenangkan Lomba Tingkat Nasional.
“Fezi? Menang? Hebat ya tuh anak”, ujar Fara dengan suara yang lumayan keras.
“Iya, kapan coba kita bisa ngalahin tu orang”
“Kalau aku sih besok”, jawab Fara dengan penuh candaan. mereka larut dalam pembahasan Fezi. Mahasiswa aktivis berprestasi.
“Eh, berati kita bakal dapat traktiran donk?”, Fara melanjutkan ucapannya.
“Oh, iya. Ya udah, nanti kan kita bakal ketemu dia lagi.”
Fara dan Lila memang dekat dengan Fezi. Walaupun tidak dalam satu naungan dalam organisasi yang sama, ataupun dalam kelas yang sama. Mereka sejak awal masuk kuliah memang dekat dengan Fezi. Bahkan sebelum Fezi menjadi ketua BEM seperti sekarang ini. Kedekatan mereka bermula ketika Fara dan Lila mendapat tugas untuk wawancara mahasiswa angkatan atasnya. Fezi terpilih menjadi target mereka  atas usulan dari teman satu kelompok yang sudah kenal Fezi.

***

Seperti biasa, tongkrongan wajib bagi Fara dan Lila. Taman Kampus. Tapi sore ini berbeda, meraka duduk di tempat itu sembari menunggu Fezi. Mereka berniat untuk ngerjain Fezi. Siang tadi selepas mereka membaca berita update, Lila langsung menghubungi Fezi untuk minta kumpul bertiga di taman kampus sore ini.
Dari sudut timur taman itu, terlihat sosok laki-laki. Perfect sekali. Tidak terlalu tinggi, dibilang pendek juga tidak. Wajahnya membuat orang tak bosan-bosannya memandang. Pas. Tak putih,  juga tak hitam. Setiap dipandang selalu menyejukkan, tak pernah terlihat rasa lelah dalam wajahnya, walaupun setumpuk tugas di pundaknya. Senyum yang khas selalu ia hulurkan setiap bertemu dengan orang lain. Kenal ataupun tak mengenalnya. Dengan jas kebanggaannya, ia terlihat gagah. Jas BEM Fakultas Psikologi, berwarna biru muda dengan garis berwarna silver. Elegan. Apalagi dikenakan oleh mahasiswa terpenting di fakultas. (To Be Continue)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar