By : Riqi Astuti
Baru-baru
ini dunia pendidikan digencarkan berita penerapan kurikulum 2013. Kemendikbud
turun tangan secara langsung dengan uji coba publik pengembangan kurikulum 2013.
Hal tersebut dilakukan di media online wilayah Jakarta, Yogyakarta, Makasar, Medan
dan Denpasar. Alhasil rancangan penerapan kurikulum baru menuai pro dan kontra dari
praktisi pendidikan.
Sejak
tahun 1945 kurikulum pendidikan di Indonesia mengalami perubahan berkali-kali.
Dari 1947 kurikulum rencana pelajaran yang dirinci dalam Rencana Pelajaran
Terurai, 1964 Rencana Pendidikan Sekolah Dasar, 1968 Kurikulum Sekolah Dasar,
1973 kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), 1975 Kurikulum
Sekolah Dasar, 1984 Kurikulum 1984, 1994 Kurikulum 1994, 1997 revisi Kurikulum
1994, 2004 rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai 2006 Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan saat ini akan diperbaharui menjadi
kurikulum 2013.
Perubahan
yang dilakukan kemendikbud dari tahun ke tahun selalu
berlandaskan perubahan konseptual saja. Secara praktis, kebiasaan lama tidak
pernah berubah sesuai wacana kurikulum baru. Hal itu menyebabkan kurikulum
pendidikan di Indonesia belum berjalan baik.
Lahirnya
kurikulum 2013 dilandasi berbagai fenomena di masyarakat. Diantaranya, kemajuan
teknologi informasi, masalah globalisasi, merosotnya moral di kalangan pelajar
seperti perkelahian pelajar, narkoba, kecurangan dalam ujian. Presepsi
masyarakat menganggap pendidikan terlalu menitikberatkan aspek kognitif. Beban
siswa dalam menerima pelajaran pun terlalu berat karena banyaknya mata
pelajaran. selain itu, kurangnya muatan pendidikan karakter siswa juga menjadi
faktor utama munculnya kurikulum 2013.
Pencanangan
diterapkannya kurikulum 2013 masih memiliki banyak kekurangan. Perubahan
kurikulum 2013 tidak didasarkan evaluasi kurikulum 2006 (KTSP). Penerapan
kurikulum juga belum kontekstual sehingga masih terjadi paradoks antara world knowladge dengan school knowladge. Pengembangan dan
implementasi kurikulum 2013 belum memperhitungkan kesiapan, kapasitas dan
kompetensi guru. Selain itu kurikulum yang diterapkan cenderung membuat guru
menjadi objek pembelajaran. Kegagalan sosialisasi kurikulum sebelumnya membuat
sebagian praktisi pendidikan belum mencapai hasil maksimal. Realitanya,
kurikulum belum sempat ditelaah sudah berganti kurikulum baru. Pemangku
kepentingan hanya sibuk ‘mengotak-atik’ aspek dokumen tertulis, bukan aspek urgent yang dipelajari guru maupun
siswa. Hal tersebut membuat kerancuan tersendiri penggunaan kurikulum khususnya
para siswa.
Untuk
mengatasi kekurangan penerapan kurikulum baru perlu adanya sinergi antara
pemerintah, guru dan peserta didik. Kurikulum nasional di Indonesia seharusnya
disesuaikan tujuan pendidikan nasional yang diatur secara proposional.
Kurikulum harus relevan dengan keadaan zaman, karena sejatinya kurikulum
diterapkan tidak boleh bias dengan fenomena di masyarakat. Tolok ukur kelulusan
siswa juga tidak hanya ditentukan pemerintah. Guru seharusnya memiliki andil,
karena guru lebih mengetahui kemampuan siswa dalam kompetensi baik sikap,
kemampuan maupun pengetahuan. Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi
membuat kurikulum tidak sesuai dengan keadaan zaman. Pemerintah sebaiknya
membuat timelate kurikulum, sehingga
kurikulum tertata dalam perubahannya.
Guru
sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum 2013 dituntut menjadi
pengajar yang mampu meramu komponen kurikulum 2013 secara cepat dan tepat yakni
standar isi, proses, penilaian dan kompetensi lulusan. Sehingga mampu
meningkatkan keseimbangan kompetensi siswa untuk menghasilkan lulusan yang
mampu menjawab tantangan global.
Peserta
didik juga harus menyadari bahwa pendidikan diperlukan untuk menjawab tantangan
global. Siswa juga harus bertanggung jawab dalam menuntut ilmu untuk mencapai
pendidikan karakter yang menjadi tujuan kurikulum 2013.
Riqi
Astuti
Pendidikan
Akuntansi
Universitas
Negeri Yogyakarta
semangat :-)
BalasHapus