oleh: riqi astuti
Teman,
pastinya kita selalu optimis dengan apa yang kita kerjakan. Berharap hasilnya
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Namun, coba kita tengok lagi ke belakang,
apakah keoptimisan kita sudah benar-benar di ridhai Allah?? Apakah ke optimisan
kita sudah sesuai dengan syariat islam??
Ataukah malah optimis kita berlebihan, hingga menjadi over optimis?? .
Teman,
pernahkan kita lupa mengucap kata “insya Allah” dalam mengerjakan sesuatu??.
Pernahkan kita berjanji dan lupa mengucapkan kata itu karena terlalu yakinnya
dengan diri kita, sampai-sampai kita lupa dengan Yang Maha Mengatur Segalanya.
Sebenarnya,
optimis, atau dalam islam sering disebut raja’
memang salah satu sifat yang harus kita miliki sebagai seorang muslim, sebagai
seorang hamba Allah. Tapi sifat tersebut harus diimbangi dengan rasa takut dan
berharap pada Allah.
Mungkin karena kadang kita terlalu optimis, kita sering
lupa mengucap kata “insya Allah” dalam melakukan segala sesuatu. Atau karena
kita menganggap insya Allah adalah hal yang biasa, maka orang yang mengucapkan
insya Allah malah kadang di anggap tidak terlalu yakin, bahkan untuk
benar-benar meyakinkannya tak perlu mengucap insya Allah (karena kebiasaan
orang jawa kalau mengunakan kata insya Allah, kepastian dipertanyakan – dalam
janji - ). Padahal kata insya Allah adalah kata yang memiliki makna yang sangat
luar biasa. Bisa di katakan sesuatu yang harus dan sangat di haruskan untuk
menggunakan kata itu dalam melakukan sesuatu. Karena bisa berakibat fatal bila
tidak diucapkan.
Ini ada beberapa kisah tentang penting dan urgennya kata
insya Allah :
Pada
suatu hari, nabi Sulaiman as berkata : “Malam ini akan aku setubuhi 60 atau 70
istriku, sehingga semuanya akan hamil dan masing-masing dari mereka nanti akan
melahirkan seorang anak lelaki yang akan menjadi mujahid penunggang kuda
fisabilillah”. Namun nabi Sulaiman as
lupa mengucapkan insya Allah dalam perkataannya. Benarlah, malam itu nabi Sulaiman
as mensetubuhi 60 atau 70 istinya, akan tetapi dari semua istrinya tersebut
yang hamil hanya satu, dan saat melahirkanpun yang dilahirkan bukanlah manusia
pada umumnya, namun ia berupa badan saja (dalam riwayat lain ada yang
menyebutkan hanya sebelah manusia saja). Kemudia Rasulullah saw bersabda:
“Kalau saja nabi Sulaiman as mengucap insya Allah, niscaya akan terwujud apa
yang di inginkannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Di tengah
puncak pertarungan pemikiran antara Rasulullah dengan kaum Quraisy, kaum Quraisy
mengirimkan dua orang yang mereka anggap cendekiawan sebagai utusan khusus
kepada orang-orang yahudi di Madinah. Mereka itu adalah An-Nadhar bin Al Harits
dan ‘Uqbah bin Abi Mu’aith. Tujuannya untuk mendapat tambahan ‘ilmu’ baru untuk
melawan Rasulullah. Orang-orang yahudi
membekali tiga pertanyakan kepada mereka, yaitu :
1.
Bagaimana kisah Ash-Habul Kahfi
2.
Bagaimana kisah Dzul Qarnain
3.
Apa itu ruh
Mendapat tiga pertanyaan itu
Rasulullah saw menjawab : “Besok saya ceritakan dan saya jawab”. Tetapi Beliau
lupa mengucap kata insya Allah. Al hasil wahyu yang biasanya turun setiap kali
Beliau mendapat masalah, harus terhenti selama 15 hari. Setiap hari kaum
Quraisy selalu mendatangi Rasulullah dan menagih janji kepada Beliau. Rasulullah
sangat sedih, karena belum bisa menjawab pertanyaan kaum Quraisy tersenbut.
Singkat cerita, setelah 15 hari, akhirnya Allah menurunkan wahyu surat Al-Kahfi
yang berisi jawaban atas dua pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah, dan pertanyaan
ketiga disebutkan Allah dalam surat Al-isra’ (bani israil).
Pada penghujung kisah Ash-Habul
Kahfi, Allah berfirman “Janganlah kamu
sekali-kali mengatakan ‘sesungguhnya saya akan melakuan hal itu besok’, kecuali
dengan mengatakan insya Allah”. (QS. Al-kahfi:23-24)
Nah
lo…….Rasulullah yang sudah dijamin masuk surga aja mendapat hukuman seperti
itu, lalu kita?? Yang belum memperoleh jaminan apapun dari Allah?? Masihkah
akan menyepelekan hal itu???
Ada lagi nih kisahnya, pada suatu
hari nabi Musa as mengajar kaumnya, lalu ada pertanyaan dari mereka, “Siapakan
yang paling ‘alim diantara kalian”. Nabi Musa as menjawab, “Saya”, maka Allah
swt mencela jawaban nabi Musa as tersebut dan memberitahukan bahwa ada hamba-Nya
yang lebih alim dari nabi Musa as. Singkat cerita, Beliau ingin berguru dengan
hamba Allah tersebut, dan hamba Allah menerima permintaan nabi Musa as yang
hendak menjadi muridnya, tetapi dengan syarat: nabi Musa as dilarang bertanya,
berkomentar, apalagi mengimgkari apa yang akan dilihatnya sebelum hal tersebut
dijelaskan kepadanya. Nabi Musa as akhirnya menerima persyaratan tersebut.
Kemudian hamba Allah yang tidak lain adalah nabi Khidhir as berkata, “Tetapi
kamu tidak akan mampu bersabar”. Spontan nabi Musa as menjawab, “Insya Allah
kamu akan mendapati diriku sebagai orang
yang sabar”.
Kalau yang ini, nabi Musa as sudah
mengucap kata insya Allah, tetapi masih ada sedikit kurang tawadhu’ yang
diucapkan oleh nabi Musa as. hayo…. pada tahu nggak kata apa itu?? Coba deh di
baca lagi. yupz…. Bener banget (ya iyalah udah bold tebal sekali masak masih
salah). Jawaban tersebut dapat dikonotasikan bahwa seakan-akan di dunia ini
tidak ada orang yang sabar selain dirinya. Nah, beda nih artinya apabila nabi Musa
as mengucapkan, “. . .saya sebagai bagian dari orang yang sabar”. Jawaban
seperti ini jelas sangat berbeda konotasinya dengan jawaban nabi Musa as, sebab
jawaban itu berisi pengakuan bahwa di dunia ini banyak orang yang sabar.
Karena kurang sedikit tawadhu
tersebut, hasilnya nabi Musa as tidak bisa bersabar dalam berguru dengan nabi Khidhir
as. Setiap kali nabi Khidhir as berbuat sesuatu, nabi Musa as selalu
berkomentar, bahkan mengimgkarinya (pengen tau lebih lanjut kisahnya?? Baca noh
di Qs. Al-Kahfi : 60-82). Rasulullah saw bersabda, “Kita sangat senang kalau
saja nabi Musa as dapat bersabar, niscaya akan banyak kisah yang bisa kita
dapatkan darinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Beda lagi nih sama kisahnya nabi
ismail as ketika Beliau mendapat tawaran darri nabi Ibrahim as untuk
disembelih, Beliau menjawab, “Wahai bapakku! Lakukanlah apa yang engkau telah
diperintahkan, engkau akan mendapati diriku insya allah ter,masuk orang-orang
yang sabar”. ( QS. Ash-shoffat : 102). Dsn terbukti deh bahwa nabi Ismail as
dapat bersabar.
Sebenernya apasih yang kita dapat
dari semua itu?? Kenapa seorang Rasulullah yang sudah pasti di ampuni dosanya
masih mendapatkan hukuman semacam itu??
Kenapa para nabi Allah yang hanya memiliki kesalahan sekecil itu bisa
berakibat fatal?? Jawabannya karena Itu semua semata-mata agar dijadikan sebagai
pelajaran dan diambil hikmah (durus wa ‘ibar) bagi umatnya.
Dari sekian banyak kisah dapat kita
simpulkan bahwa : insya Allah adalah kalimat yang sangat sangat penting untuk
kita ucapkan. So…..jangan pernah tinggalin kalimat isnya Allah disetiap janji,
harapan, dan apapun itu, walaupun hasilnya sudah bisa kita prediksikan
ketepatannya 99% sekalipun . Karena yang mengatur semuanya adalah Allah. Tetapi
jangan lebay ya teman, jangan sampai setelah baca ini terus nyebut-nyebut insya
Allah mulu. Gubrak deh. Pengucapan insya Allah bersifat kondisional, kita karus
menyesuaikan waktu, dimana kita perlu mengucapkannya dan dimana insya Allah
cukup dalam hati saja. Contoh nih, udah tau kan kalau api itu panas??? Ya kita
nggak perlu deh ngucapin insya Allah api itu panas. Hal itu sudah sunatullah
api panas, es dingin, garam asin dll. Tetapi kita perlu meyakini dalam hati,
bahwa Allah lah yang menjadikan api itu panas atau bisa merubahnya.
#diambil dari buku karya Z. I. Mumtay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar