Selasa, 03 Juli 2012

[Ilmu] dibalik kata insya Allah


oleh: riqi astuti
Teman, pastinya kita selalu optimis dengan apa yang kita kerjakan. Berharap hasilnya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Namun, coba kita tengok lagi ke belakang, apakah keoptimisan kita sudah benar-benar di ridhai Allah?? Apakah ke optimisan kita sudah sesuai  dengan syariat islam?? Ataukah malah optimis kita berlebihan, hingga menjadi over optimis?? .
Teman, pernahkan kita lupa mengucap kata “insya Allah” dalam mengerjakan sesuatu??. Pernahkan kita berjanji dan lupa mengucapkan kata itu karena terlalu yakinnya dengan diri kita, sampai-sampai kita lupa dengan Yang Maha Mengatur Segalanya.
Sebenarnya, optimis, atau dalam islam sering disebut raja’ memang salah satu sifat yang harus kita miliki sebagai seorang muslim, sebagai seorang hamba Allah. Tapi sifat tersebut harus diimbangi dengan rasa takut dan berharap pada Allah.
            Mungkin karena kadang kita terlalu optimis, kita sering lupa mengucap kata “insya Allah” dalam melakukan segala sesuatu. Atau karena kita menganggap insya Allah adalah hal yang biasa, maka orang yang mengucapkan insya Allah malah kadang di anggap tidak terlalu yakin, bahkan untuk benar-benar meyakinkannya tak perlu mengucap insya Allah (karena kebiasaan orang jawa kalau mengunakan kata insya Allah, kepastian dipertanyakan – dalam janji - ). Padahal kata insya Allah adalah kata yang memiliki makna yang sangat luar biasa. Bisa di katakan sesuatu yang harus dan sangat di haruskan untuk menggunakan kata itu dalam melakukan sesuatu. Karena bisa berakibat fatal bila tidak diucapkan.
            Ini ada beberapa kisah tentang penting dan urgennya kata insya Allah :
Pada suatu hari, nabi Sulaiman as berkata : “Malam ini akan aku setubuhi 60 atau 70 istriku, sehingga semuanya akan hamil dan masing-masing dari mereka nanti akan melahirkan seorang anak lelaki yang akan menjadi mujahid penunggang kuda fisabilillah”. Namun nabi Sulaiman as lupa mengucapkan insya Allah dalam perkataannya. Benarlah, malam itu nabi Sulaiman as mensetubuhi 60 atau 70 istinya, akan tetapi dari semua istrinya tersebut yang hamil hanya satu, dan saat melahirkanpun yang dilahirkan bukanlah manusia pada umumnya, namun ia berupa badan saja (dalam riwayat lain ada yang menyebutkan hanya sebelah manusia saja). Kemudia Rasulullah saw bersabda: “Kalau saja nabi Sulaiman as mengucap insya Allah, niscaya akan terwujud apa yang di inginkannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Di tengah puncak pertarungan pemikiran antara Rasulullah dengan kaum Quraisy, kaum Quraisy mengirimkan dua orang yang mereka anggap cendekiawan sebagai utusan khusus kepada orang-orang yahudi di Madinah. Mereka itu adalah An-Nadhar bin Al Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’aith. Tujuannya untuk mendapat tambahan ‘ilmu’ baru untuk melawan Rasulullah. Orang-orang yahudi  membekali tiga pertanyakan kepada mereka, yaitu :
1.       Bagaimana kisah Ash-Habul Kahfi
2.       Bagaimana kisah Dzul Qarnain
3.       Apa itu ruh
Mendapat tiga pertanyaan itu Rasulullah saw menjawab : “Besok saya ceritakan dan saya jawab”. Tetapi Beliau lupa mengucap kata insya Allah. Al hasil wahyu yang biasanya turun setiap kali Beliau mendapat masalah, harus terhenti selama 15 hari. Setiap hari kaum Quraisy selalu mendatangi Rasulullah dan menagih janji kepada Beliau. Rasulullah sangat sedih, karena belum bisa menjawab pertanyaan kaum Quraisy tersenbut. Singkat cerita, setelah 15 hari, akhirnya Allah menurunkan wahyu surat Al-Kahfi yang berisi jawaban atas dua pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah, dan pertanyaan ketiga disebutkan Allah dalam surat Al-isra’ (bani israil).
            Pada penghujung kisah Ash-Habul Kahfi, Allah   berfirman “Janganlah kamu sekali-kali mengatakan ‘sesungguhnya saya akan melakuan hal itu besok’, kecuali dengan mengatakan insya Allah”. (QS. Al-kahfi:23-24)
Nah lo…….Rasulullah yang sudah dijamin masuk surga aja mendapat hukuman seperti itu, lalu kita?? Yang belum memperoleh jaminan apapun dari Allah?? Masihkah akan menyepelekan hal itu???
            Ada lagi nih kisahnya, pada suatu hari nabi Musa as mengajar kaumnya, lalu ada pertanyaan dari mereka, “Siapakan yang paling ‘alim diantara kalian”. Nabi Musa as menjawab, “Saya”, maka Allah swt mencela jawaban nabi Musa as tersebut dan memberitahukan bahwa ada hamba-Nya yang lebih alim dari nabi Musa as. Singkat cerita, Beliau ingin berguru dengan hamba Allah tersebut, dan hamba Allah menerima permintaan nabi Musa as yang hendak menjadi muridnya, tetapi dengan syarat: nabi Musa as dilarang bertanya, berkomentar, apalagi mengimgkari apa yang akan dilihatnya sebelum hal tersebut dijelaskan kepadanya. Nabi Musa as akhirnya menerima persyaratan tersebut. Kemudian hamba Allah yang tidak lain adalah nabi Khidhir as berkata, “Tetapi kamu tidak akan mampu bersabar”. Spontan nabi Musa as menjawab, “Insya Allah kamu akan mendapati diriku sebagai orang yang sabar”.
            Kalau yang ini, nabi Musa as sudah mengucap kata insya Allah, tetapi masih ada sedikit kurang tawadhu’ yang diucapkan oleh nabi Musa as. hayo…. pada tahu nggak kata apa itu?? Coba deh di baca lagi. yupz…. Bener banget (ya iyalah udah bold tebal sekali masak masih salah). Jawaban tersebut dapat dikonotasikan bahwa seakan-akan di dunia ini tidak ada orang yang sabar selain dirinya. Nah, beda nih artinya apabila nabi Musa as mengucapkan, “. . .saya sebagai bagian dari orang yang sabar”. Jawaban seperti ini jelas sangat berbeda konotasinya dengan jawaban nabi Musa as, sebab jawaban itu berisi pengakuan bahwa di dunia ini banyak orang yang sabar.
            Karena kurang sedikit tawadhu tersebut, hasilnya nabi Musa as tidak bisa bersabar dalam berguru dengan nabi Khidhir as. Setiap kali nabi Khidhir as berbuat sesuatu, nabi Musa as selalu berkomentar, bahkan mengimgkarinya (pengen tau lebih lanjut kisahnya?? Baca noh di Qs. Al-Kahfi : 60-82). Rasulullah saw bersabda, “Kita sangat senang kalau saja nabi Musa as dapat bersabar, niscaya akan banyak kisah yang bisa kita dapatkan darinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
            Beda lagi nih sama kisahnya nabi ismail as ketika Beliau mendapat tawaran darri nabi Ibrahim as untuk disembelih, Beliau menjawab, “Wahai bapakku! Lakukanlah apa yang engkau telah diperintahkan, engkau akan mendapati diriku insya allah ter,masuk orang-orang yang sabar”. ( QS. Ash-shoffat : 102). Dsn terbukti deh bahwa nabi Ismail as dapat bersabar.
            Sebenernya apasih yang kita dapat dari semua itu?? Kenapa seorang Rasulullah yang sudah pasti di ampuni dosanya masih mendapatkan hukuman semacam itu??  Kenapa para nabi Allah yang hanya memiliki kesalahan sekecil itu bisa berakibat fatal?? Jawabannya karena Itu semua semata-mata agar dijadikan sebagai pelajaran dan diambil hikmah (durus wa ‘ibar) bagi umatnya.
            Dari sekian banyak kisah dapat kita simpulkan bahwa : insya Allah adalah kalimat yang sangat sangat penting untuk kita ucapkan. So…..jangan pernah tinggalin kalimat isnya Allah disetiap janji, harapan, dan apapun itu, walaupun hasilnya sudah bisa kita prediksikan ketepatannya 99% sekalipun . Karena yang mengatur semuanya adalah Allah. Tetapi jangan lebay ya teman, jangan sampai setelah baca ini terus nyebut-nyebut insya Allah mulu. Gubrak deh. Pengucapan insya Allah bersifat kondisional, kita karus menyesuaikan waktu, dimana kita perlu mengucapkannya dan dimana insya Allah cukup dalam hati saja. Contoh nih, udah tau kan kalau api itu panas??? Ya kita nggak perlu deh ngucapin insya Allah api itu panas. Hal itu sudah sunatullah api panas, es dingin, garam asin dll. Tetapi kita perlu meyakini dalam hati, bahwa Allah lah yang menjadikan api itu panas atau bisa merubahnya.
#diambil dari buku karya Z. I. Mumtay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar