Minggu, 24 Juni 2012

Singapura....dalam suka dan dukaku


 oleh : riqi astuti
Foto Negara singapura itu masih terpajang di sudut kamar hana. Foto yang Ia peroleh dari majikan ibunya ketika jalan-jalan ke Singapura sekitar lima tahun yang lalu sudah usang termakan usia, penuh dengan debu-debu bahkan gambarnya sudah tak menarik untuk di lihat. Namun tidak bagi hana, gadis kecil yang duduk di kelas VII SMP ini. Foto itu adalah satu-satunya semangat yang Ia miliki untuk tetap konsisten dengan cita-citanya dari SD, singgah di Negara Singapura. Setiap malam selalu di pandangnya, mengkhayal dan berharap bisa berada di sana. Bertemu dengan orang-orang yang cerdas, bediskusi dengan para pejabat, dan banyak lagi.
walau kadang ibunya tak yakin dengan apa yang hana cita-citakan, namun Ia selalu mendukung apa yang putrinya lakukan, kasih sayang dan keikhlasan yang tulus selalu Ia berikan untuk buah hati tercinta. Tak jarang Ia teteskan air mata ketika melihat putrinya sedih, Ia sering menyesal dengan keadaannya yang tak punya apa-apa, kerjapun hanya srabutan, Ia merasa tak dapat membahagiakan putrinya ketika melihat hana sedih. “Nak…do’a ibu kan selalu untukmu, ibu sangat berharap apa yang hana cita-citakan bisa berhasil, entah bagaimana caranya semua serahkan pada yang mengaturnya”, kata ibu hana dengan belaian tangannya yang lembut menyentuh helaian-helaian rambut hana yang panjang dan terurai, hana pun tersenyum dan memeluk ibunya

**********

Teng….teng…teng”. bel masuk kelas berbunyi, semua siswa masuk di kelas masing-masing tidak terkecuali dengan hana, gadis yang juga di anggap pandai oleh teman-temannya. Salah seorang guru mengenakan kerudung coklat, berkacamata dan bersepatu hag tinggi yang sangat serasi dengan sragam pegawainya itu terlihat berjalan menuju kelas hana. “Selamat pagi anak-anak”, kata Bu Gita, guru sejarah di kelas VII mengucap salam. “Pagi bu…”, sahut para siswa bersamaan. Bu Gita memulai pelajarannya yang membahas tetang Negara maju dan Negara berkembang. “Baiklah anak-anak, karena dua minggu yang lalu ibu telah memberikan tugas kepada kalian untuk presentasi individu tentang bab ini, maka hari ini kita mulai presentasi. Sudah siapkan?”, tanya Bu Gita yang mengagetkan murid-muridnya. Hampir semua murid lupa akan tugas yang diberikan Bu Gita karena banyaknya tugas yang mereka kerjakan akhir-akhir ini. “Belum bu…”, “Wah bu, lupa...”, “Banyak tugas bu...”, jawab mereka seakan lari dari tanggung jawabnya sebagai pelajar, sehingga membuat ruang kelas menjadi gaduh. “Sudah!! Sudah!!, kalian itu selalu mencari alasan! Sekarang tidak ada alasan lagi, Salah satu dari kalian harus maju”, kata Bu Gita sambil memukul meja, membuat semua murid menjadi diam tanpa kata. Dalam situasi seperti itu hana memutar otak, Ia teringat tentang foto Singapura yang berada di kamarnya, Ia juga sering mencari informasi tentang Negara tersebut, bahkan alasannya yang membuat dia ingin ke singapura salah satunya karena singapura adalah satu-satunya Negara kecil yang maju di Asia Tenggara. Hana memberanikan diri untuk presentasi, demi dirinya dan teman-temannya agar tidak mendapat hukuman dari Bu Gita, guru yang paling killer di sekolah. “Teman-teman...Hana saja yang maju”, kata hana memberanikan diri. “Baiklah Hana, silahkan maju”, sambut Bu Gita. Teman-temannya terkejut melihat keberanian hana, bakhan ada temannya yang mengejek, “Halah…..kamu bisa apa Han, kamu itu bisanya cuma nitipin makanan di kantin”.
Sudah tak asing lagi bagi Hana ejekan-ejekan seperti itu, bahkan itu menjadi santapannya sehari-hari. Namun itu tak memudarkan semangatnya untuk presentasi tentang Negara Singapura. Ia pun memulai presentasinya dengan lancar, bahkan Bu Gita terheran-heran melihat anak didiknya mengetahui begitu detail tentang Singapura, yang belum pernah di ajarkannya di kelas. Di tengah-tengah presentasi Hana, tiba-tiba salah seorang temannya menyoraki, “Hahaha...teman-teman, lihat deh sepatu Hana, sepatu apa itu Han! Udah rusak gitu masih kamu pake, nggak kuat beli ya??”, kata Risti, teman sekelas Hana yang pandai tapi sombong dengan kekayaan orang tuanya. Sontak saja teman-teman Hana reflek melihat ke bawah dan menertawakan Hana. Dengan muka malu Hana kembali ke tempat duduknya tanpa menyelesaikan presentasinya. “Risti!! di sekolah itu semua memiliki tujuan yang sama, yaitu belajar, tidak membedakan yang memiliki sepatu bagus, sepatu jelek bahkan sepatu yang terbuat dari emas sekalipun. Kamu tidak boleh seperti itu dengan temanmu, dan sekarang kamu maju presentasi”, kata Bu Gita sedikit membentak. Risti kaget, dia belum persiapan apa-apa tentang matari yang akan Ia presentasikan, bahkan Ia belum punya gambaran sama sekali. “Sa…sa..saya bu??”, dengan muka pura-pura tidak tahu Risti meyakinkan dirinya. “Iya, kamu. Cepat”, jawab Bu Gita. “Ii..iiy..iyya bu, sebentar”, sahut Risti sambil berdiri untuk maju. Risti maju dan mempresentasikan Negara Korea. Namun, karena pengetahuannya sedikit, di tengah presentasinya dia berhenti. Dia kehabisan kata-kata yang akan di sampaikan. “Dan ini adalah contoh murid yang sangat pandai di kelas. Untuk presentasi saja masih belepotan”, kata Bu Gita sedikit mengejek. “Sekarang kamu duduk”, lanjut Bu Gita.

**********

Eh, temen-temen...ada pengumuman lomba nih, siapa yang mau ikut”, teriak Rangga di depan papan pengumuman. Teman-temannya berbondong-bondong menghampiri Rangga untuk melihat pengumuman. Ternyata ada lomba membuat karya tulis tentang “Remaja dalam Perubahan Dunia”. “Teman-teman, gimana kalau kita ikut lomba bareng-bareng aja, sekalian buat latihan, hehe”, ajak Rangga pada teman-temannya. “Setuju, terus uang pendaftarannya di jadiin satu aja ngga, biar yang ke tempat pendaftaran satu orang aja kalau udah ngumpul”, sahut salah seorang teman Rangga. “baguslah…Buat teman-teman kelas VII yang ingin mengikuti lomba karya tulis bisa mendaftar kepada saya dan pengumpulan saya tunggu sampai hari jum’at. Setelah hari jum’at silahkan mendaftar sendiri di tempat pendaftaran”, kata Rangga sebagai ketua kelas VII kepada teman-temannya. “Kamu mau ikut juga Han?? Emang kamu punya uang buat bayar pendaftarannya? Buat beli sepatu aja nggak kuat apalagi buat daftar lomba seratus lima puluh ribu”, ejek Risti kepada Hana. Hana hanya terdiam, Ia tak mau meladeni ejekan temannya yang tidak ada gunanya.
Siswa yang tadinya berkerumun di papan pengumuman berangsur-angsur kembali ke kelas, tinggallah Hana sendiri di tempat itu. Ia hanya dapat memandang pengumuman itu, dan tanpa berpikir panjang Ia mengambil pengumuman lomba itu kemudian di masukkan di tas untuk di bawa pulang.

**********

Assalamu’alaikum…”, ucap Hana sambil mencium tangan ibunya. Ibu Hana yang sedang menjahit baju Hana di ruang tamu dengan penuh keikhlasan menghulurkan tangannya “wa’alaikumsalam…”, jawab Ibu Hana. Hana bermuka masam saat tiba di rumah langsung menuju kamarnya. Melihat tingkah laku putrinya yang aneh Ibu Hana berhenti menjahit dan menemui putrinya di kamar. “Han, ada apa sayang?? Bilang ke ibu, siapa tahu ibu bisa membantu”, kata ibu Hana dengan penuh kelembutan. “Tumben ibu tanya sama aku, biasanya ibu kan nggak pernah tanya-tanya kalau Hana lagi sedih?”, jawab Hana dengan sinis. “Sayang, siapa tau ibu bisa bantu Hana, ibu pengen buat Hana itu bahagia, ibu pengen Hana seneng”, sambut ibu Hana sembari memeluk putrinya. Hana meronta, “Apa bu?? Bahagia?? Bahagia yang seperti apa bu?? Ibu belum buat Hana bahagia, Hana menderita bu. Hana bosen seperti ini terus, bahagia saat aku diejek temen-temen? Bahagia saat aku diejek pake sepatu rusak?? Itu yang ibu bilang bahagia!!”, kata Hana kasar. “Nak, maafkan ibu, ibu belum bisa buat Hana bahagia. . .”, ibu Hana tak dapat berkata-kata lagi, Ia bahkan tak kuasa menahan air matanya. Ibu Hana keluar meninggalkan putrinya sendiri di kamar. Ia menangis, menyesal dengan keadaannya, Ia belum bisa memberi kebahagiaan untuk putrinya tercinta.
Setelah ibu Hana menyelesaikan pekerjaannya ia kembali menengok putrinya di kamar. Ternyata Hana tertidur pulas di kamarnya, ibu Hana tersenyum, matanya pun tertuju dengan kertas putih yang di dekap hana dalam tidurnya, ibu hana kemudian mendekati Hana dan perlahan-lahan mengambil kertas yang di dekap Hana. Ia tersenyum membaca isi dalam kertas itu, “putriku… ibu akan mengusahakan semuanya, ibu akan mencarikan uang pendaftaran lomba ini buat Hana, biar Hana bisa ikut lomba dan menang”, kata ibu Hana kepada putrinya yang sedang tertidur pulas. Ia pun meninggalkan Hana dan kembali mengerjakan pekerjaannya.

***********

Tanpa sepengetahuan hana, ibunya pergi ke rumah orang-orang yang dikenalnya, Ia rela bekerja apapun demi mendapat uang Rp 150.000,00 untuk biaya pendaftaran lomba untuk putrinya. Rumah per rumah Ia datangi, Ia berharap ada yang membutuhkan tenaganya untuk bekerja apapun yang penting halal dan berharap supaya dapat pinjaman uang. Namun hasilnya nihil, sampai seharian Ia tak mendapatkan apa-apa, pekerjaan tidak, pinjaman juga tidak. Akhirnya ia pulang dengan tangan hampa, hampir saja Ia putus asa. Namun Tuhan berkehendak lain, di perjalanan pulangnya Ia bertemu dengan Bu Hermin. “Darimana bu?”, tanya ibu Hana menyapa. “Ini bu, dari tempat Bu Lia, mau jahit baju, tapi orangnya baru keluar”, jawab Bu Hermin. “Maaf bu, saya juga bisa menjahit, kalau ibu tidak keberatan biar saya jahit saja, tiga hari sudah jadi bu, saya butuh sekali uang buat sekolah Hana bu, bantu saya”, kata ibu Hana meminta bantuan. Karena merasa kasihan dengan ibu Hana, Bu Hermin pun memberikan bajunya kepada ibu Hana untuk dijahit, “Ya sudah, ini bu, besok di antar di rumah ya bu”, jawab Bu Hermin kemudian memberikan bajunya kepada ibu Hana. “Terimakasih bu, terimakasih sekali, besok kalau sudah jadi langsung saya antar”, kata ibu Hana dengan hati gembira. Ia senang, akhirnya Ia mendapatkan pekerjaan, dan hasinya bisa untuk tambah-tambah biaya pendaftaran lomba untuk putrinya. Ia langsung pulang ke rumah dengan hati gembira.

                                                                       **********

Pendaftaran lomba di tempat Rangga tinggal dua hari lagi, Hana bingung, Hana pengen sekali ikut lomba karya tulis itu, tapi dia belum dapat uang untuk membayar biaya pendaftarannya. Ia juga sering marah-marah dengan ibunya. Ia merasa tertekan dengan semua itu, tetapi di samping itu Ia tetap belajar untuk karya tulis yang akan dilombakan. ‘Ya Allah… Aku pengen ikut lomba itu, hmm….ya sudahlah, ikut nggak ikut yang penting aku belajar. Ikut nggak ikut yang penting aku bisa’ begitulah Ia selalu menyemangati dirinya sendiri.
Sementara itu, ibu Hana masih berusaha mencarikan uang untuk biaya pendaftaran lomba di luar pengetahuan Hana. Ia pergi ke rumah Bu Hermin untuk mengembalikan baju yang sudah Ia jahit. Namun sebelum berangkat Ia sudah punya inisiatif untuk membawa televisi yang ada di rumahnya, karena Ia tahu kalau upahnya dari menjahit belum mencukupi untuk biaya pendaftaran itu. Sesampainya di rumah Bu Hermin, ibu Hana menceritakan apa yang diinginkan anaknya, dan Ia memohon supaya diberi pinjaman oleh Bu Hermin. Karena iba melihat ibu Hana, Bu Hermin pun berjanji akan membantu ibu Hana, namun tidak bisa langsung hari itu juga. Bu hermin berjanji akan langsung mendaftarkan Hana untuk mengikuti lomba karya tulis itu. “Terimakasih ya bu, ibu telah banyak membantu saya”, kata ibu Hana sangat senang, hatinya gembira, pasti putrinya senang bisa ikut lomba. “Iya bu, sama-sama, kita harus saling membantu. Besok kalau sudah saya daftarkan, buktinya langsung saya antar ke rumah ibu saja, sekalian mau ketemu Hana”, jawab Bu Hermin.

**********

Hari ini adalah hari terakhir pembayaran biaya pendaftaran lomba karya tulis di tempat Rangga dan terbukti, Hana tidak juga mendaftar. “Teman-teman saya nanti mau ke tempat pendaftaran, jadi pendaftaran yang melalui saya hari ini saya tutup ya”, kata Rangga kepada teman-teman sekelasnya. “Haha….mana Han, katanya kamu mau ikut, kok namanya nggak tercantum? Hu, pembohong!”, ejek Risti kepada Hana. “Aku nggak pembohong! Aku pasti ikut lomba itu kok!”, jawab Hana sedikit emosi.
Hari ini Hana sedih sekali, Ia kesal dengan semuanya, kesal dengan ejekan teman-temannya, kesal dengan ibunya yang tak pernah membuatnya bahagia. Sesampainya di rumah Ia mendapati ibunya tak ada di rumah. Ia melihat ada pakaian kotor di pojok rumah yang menumpuk, langsung Ia bawa ke halaman rumah, pakaian kotor itu di buang sembarangan, hingga memenuhi halaman rumahnya, rumah dan halamannya jadi berantakan. Hana meluapkan semua emosinya sambil menangis. Tiba-tiba ada motor yang berhenti di depannya. “Kamu kenapa Han, jadi orang itu jangan suka ngambek. Nggak baik. Ibu kamu mana??”, kata Bu Hermin sambil memasukan televisi yang dibawa ibunya Hana ke rumahnya untuk dijadikan jaminan. “Nggak ada ibu!! Aku nggak punya ibu!!”, jawab Hana dengan marah. “Hana!!! Durhaka ya kamu sama ibumu, nggak baik Han ngomong seperti itu. Ibumu yang melahirkan kamu, ibumu yang merawan kamu. Kamu malah menganggap ibumu nggak ada”, sahut Bu Hermin mendekati Hana. “Terus apa bu, ibu nggak pernah buat aku bahagia, ada dan nggaknya ibu itu nggak pernah ngaruh dalam hidup Hana”, jawab Hana sinis. “Hana!! Kamu jangan seperti itu, kamu nggak tau pengorbanan ibumu buat kamu ya?? Asal kamu tau ya, ibumu itu rela kerja apa aja buat kamu, bahkan ibumu rela menaruh tv tadi di rumahku demi kamu! Demi kamu Han, ibumu pengen kamu ikut lomba karya tulis itu, dan ibumu sudah mendaftarkan kamu ikut lomba itu, kartu pendaftarannya besok bisa kamu ambil di rumahku. Harusnya kamu berterimakasih punya ibu seperti dia”, kata Bu Hermin menasehati “Sudah, saya pergi dulu, terburu-buru”, lanjutnya. Hana terdiam, Hana tidak pernah tahu kalau ibunya mati-matian cari uang untuk biaya pendaftaran lomba karya tulis itu. Hana hanya bisa menyesal, ia menangisi semua yang telah ia lakukan kepada ibunya, ia baru sadar ternyata ibunya begitu menyayangi dirinya.

*********
Hana meminta maaf kepada ibunya, dan ia senang, akhirnya ia bisa mengikuti lomba karya tulis itu. Hana berusaha sekuat tenaga untuk mempersiapkan diri mengikuti lomba tersebut. Ia ingin menjadi juara, Ia ingin memberikan hadiah terindah untuk ibunya.
Setelah Ia menyiapkan segala sesuatu yang Ia butuhkan untuk lomba, Ia mulai mengerjakan karya tulisnya. Ia mengerjakan dengan penuh ketelitian dan kehati-hatian, semua Ia kerjakan dengan sempurna. H-10 batas pengumpulan karya tulis Hana mengumpulkan hasil karyanya. tidak lupa, sebelum muengumpulkan karya tulisnya Ia meminta restu kepada ibunya. Perasaan optimis selalu menyelimutinya. Dan sekarang Hana tinggal menunggu pengumuman, Ia berharap bisa menjadi pemenang dalam lomba ini, karena akan diambil pemenang lima besar dan kemudian pemenangn tersebut akan mempresentasikan hasil karya tulisnya.

**********

Hari ini adalah pengumuman pemenang lomba karya tulis tingkat provinsi. Hana cemas, Ia takut dirinya tidak menjadi pemenang, jantungnya berdetak-detak takut tidak bisa memberikan hadiah terindah untuk ibunya. Namun ketakutan-ketakutannya itu di selimuti dengan rasa optimis. Ia optimis dengan apa yang telah Ia kerjakan, Ia yakin kalau apa yang Ia kerjakan pasti akan menghasilkan terbaik.
Tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu, Hana langsung menuju ke ruang tamu. “Mbak, ini ada kiriman surat, maaf datangnya terlambat, saya nyari alamat rumahnya sulit”, kata tukang pos kemudian memberikan surat kepada Hana. “Darimana pak?, oh iya pak nggak papa. Emang nggak pernah ngirim dan nerima surat, jadi mungkin bapak baru pertama kesini”, jawab Hana. “Nggak tau mbak, baca aja. Hehe, iya mbak, ini baru pertama saya kesini”, jawab pak pos “ya sudah mbak, saya langsungan ya”, lanjutnya. “Oh ya pak, terima kasih”, jawab Hana.
“Ibu…Hana dapat surat, sini bu…”, Hana berteriak memanggil ibunya. Ibunya langsung menemui Hana. “Ada apa sih Han, kok teriak-teriak, ya udah di buka aja, siapa tahu itu pengumuman lomba kamu”, kata ibu Hana. “Oh, iya ya bu”, jawab Hana sambil membuka amplopnya pelan-pelan. “yee! Yes!! Hore!!Hana menang bu, Hana dapat juara dua!!”,teriak Hana sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan dan memeluk ibunya. Ibunya ikut senang dan memeluk putrinya. “Makasih ya bu atas do’anya, Hana bisa menang lomba ini”, kata Hana berterimakasi kepada ibunya.
Sejak saat itu Hana mulai belajar presentasi, karena hanya ada waktu tiga hari untuk mempelajarinya dan kemudian dipresentasikan dihadapan juri. Walaupun media yang dimilikinya tidak memadai, namun Ia tetap berusaha menyiapkan segala sesuatu yang Ia butuhkan dengan meminjam kepada tetangga dan teman-temannya.

**********

Hari yang ditunggu-tunggu Hana akhirnya tiba juga, hari dimana Hana akan memperebutkan kejuaraan dengan mempresentasikan hasil karya tulisnya. Perasaan Hana bercampur aduk, antara grogi, takut, dan juga berharap untuk menang. Lawan-lawannya sama-sama kuat, dan memiliki kepadaian dalam berbicara. Namun itu tidak melunturkan semangat hana untuk menjadi juara.
Lomba presentasi dimulai dengan sangat resmi, di buka oleh gubernur setempat dan peserta lomba harus mempresentasikan di depan para juri dan juga para penonton. Banyak aspek yang menjadi pertimbangan dalam lomba tersebut. Semua peserta mempresentasikan hasil karyanya. Tidak ada yang gagal dalam presentasi itu, semua peserta berhasil dan sukses dalam menyajikan materi dihadapan juri dan penonton.
Saatnya moment yang paling menegangkan, pengumuman pemenang dalam lomba karya tulis tingkat Provinsi. Semua peserta tegang dan menginginkan menjadi pemenang. Tetapi bukan perlombaan namanya kalau tidak ada yang menang dan kalah. Semua harus siap, karena menang atau kalah adalah hal yang wajar dalam perlombaan. Akhirnya, diumumkan pemenang lomba karya tulis tersebut, dan Hana mendapat juara satu sekaligus sebagai wakil untuk mengikuti lomba tingkat Nasional. Kegembiraan pun menyelimuti hati Hana dan ibunya, Hana bersyukur akhirnya bisa memberikan hadiah terindah untuk ibunya, seperti yang telah Ia janjikan sebelumnya.]

**********

Selama satu bulan Hana di kirim ke ibukota untuk memasuki masa karantina sebelum perlombaan. Ia bertemu dengan teman-teman yang baru, dari 33 provinsi berbeda di Indonesia. Banyak hal dan pengalaman yang Hana peroleh selama masa karantina. Ia sangat bersyukur di beri kesempatan untuk menjadi peserta dalam lomba tingkat nasional itu.
Hal yang sangat mengejutkan para peserta lomba, yang tidak di beritahukan sebelumnya yaitu dua hari sebelum perlombaan para peserta diberi kesempatan untuk berlibur bersama ke Singapura. Tentu saja hal itu sangat menggembirakan para peserta lomba, tidak terkecuali dengan Hana, gadis yang sejak kecil sangat menginginkan untuk bisa pergi ke Singapura. Hana sangat gembira mendengar kabar dari pembimbingnya itu.
Para peserta pergi berlibur ke Singapura bersama-sama, kebahagiaan terlihat di wajah para pesrta lomba tersebut. Banyak hal yang mereka peroleh di sana, bertemu dengan pejabat, mengunjungi tempat-tempat yang sangat terkenal di Singapura, berkunjung ke sekolah-sekolah di Singapura dan tidak lupa untuk menggali informasi yang membuat singapura menjadi Negara maju.

**********
Lomba karya tulis tingkat Nasional di mulai dengan khitmat, semua peserta mempresentasikan hasil karyanya. Materi-materi yang mereka suguhkan sangat luar biasa. Mereka semua benar-benar anak bangsa yang cerdas. Mereka semua merasa sudah menjadi juara, karena mereka semua memiliki kemampuan yang luar biasa.
Hasil lomba di umumkan hari itu juga, Hana menjadi runner up dalam perlombaan itu. Namun Ia sangat senang, akhirnya apa yang Ia cita-citakan berhasil. Berkunjung ke Negara singapura dan bertemu para pejabat di sana. Sungguh hal yang tak mungkin dilupakan oleh Hana, yang akan selalu di kenang dalah hidupnya.
#terinspirasi dengan suatu adengan di televisi :)

Senin, 18 Juni 2012

terimakasih ya Allah



 oleh: Riqi astuti

Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan walau kadang tak kita inginkan

Teringat dulu ketika penempatan Praktik Industri dari pihak sekolah. Dulu saya ingin sekali bisa Praktik Industri di koprasi mahasiswa UGM atau nggak di dinas pendidikan. Namun, ketika pengumuman tempat praktik industry tampaknya saya harus mengubur dalam-dalam apa yang saya harapkan, keinginanku kandas. Saya ternyata di tempatkan di Kantor Akuntan Publik di daerah kotagedhe. Kesedihanpun menyelimuti diriku, bahkan diriku sempat meneteskan air mata ketika mengetahui saya di tempatkan di sana. Secara, kotagedhe itu jauh dengan rumahku, belum lagi tak ada angkutan umum dari rumahku yang menuju ke sana. Belum saya lakukan saya sudah memikirkan hal-hal yang negative yang akan terjadi pada diriku. Hal ini membuatku memberanikan diri untuk menemui kepala jurusan akuntansi supaya saya bisa di pindah di tempat Praktik Industri di tempat lain. Dengan bijaknya Beliau menjawab, “kalau mau pindah ya nyari ganti aja mbak.”.Segera saya menghubungi teman-teman yang ingin pindah tempat Praktik Industri, tetapi mayoritas dari temen-temen yang ingin pindah tempat Praktik Industri mereka yang di tempatkan di Mirota Kampus. Saya pun berpikir ulang, nggak mungkin kalau harus Praktik Industri di sana, selain ada alasan tertentu di sana juga ada shift malam. Siangnya, saya kembali menemui kepala jurusan saya, saya bilang ke beliau kalau saya tidak ada kendaraan kalau harus PI di Kotagedhe.tetapi masih saja beliau bilang, “mbak… jalan ngeksigondo itu jalan raya besar, mana mungkin nggak ada angkutan umum lewat sana. Kalau ibu harus nempatin kalian sesuai dengan apa yang kalian inginkan ya nggak bisa, tempatnya terbatas, yang ngurusi juga terbatas.”
Ya sudahlah, saat itu saya benar-benar pasrah dengan keputusan dari sekolah, saya pun pergi dengan rasa kecewa. Baru berjalan beberapa langkah beliau memanggilku lagi, “mbak… kamu riqi kan??” dengan sangat berharap bisa pindah saya jawab, “iya bu…gimana??” beliau bilang, “mbak…kamu di temparkan di KAP itu atas rekomendasi dari bapak ibu guru akuntansi, kamu itu pinter… jadi guru-guru ngusulin kamu buat PI di kantor. Di sana banyak pengalaman yang bisa kamu peroleh, ilmumu di sekolah juga nggak akan sia-sia. Apa mau kamu di tempatin di toko??” deg….langsung nyampe ke hati, ternyata itu semua adalah wujud rasa sayang bapak ibu guru kepadaku. Walaupun agak terpaksa saya menjawab,”ya sudahlah bu, nggak papa saya PI di sana”
Kekecewaanku belum usai…ketika pertama kali tiba di tempat PI saya bingung, ini rumah atau kantor ya, kantornya sepi sekali, kayak rumah, tempatnya juga kurang setrategis.pertama kaliketemu dengan manajernya juga sepertinya orangnya galak. Hmm………lengkap sudah deh kekecewaanku saat itu. Tetapi langsung ku ubah mindsetku, kalau aku terus-terusan kecewa, aku nggak bakal dapet apa-apa di tempat ini. Akhirnya, saya berusaha untuk menerima semua ini, dan berangsur-angsur kekecewaan itu sirna dengan banyaknya pekerjaan yang saya lakukan.
Ternyata benar apa yang di ucapkan oleh kepala jurusan ku, banyak pengalaman yang saya peroleh dari sana, , ilmu baru yang belum pernah saya dapat di sekolah, [praktik langsung dengan teori-teori yang di ajarkan dari sekolah, rasa tanggung jawab terhadap tugas, semuanya saya peroleh di sana. Tidak hanya itu, ilmu baru yang saya peroleh itu ternyata menjadi salah satu pelajaran yang akan di ajarkan ketika saya menginjak kelas XII. Dan saya pun sangat beruntung, saya sudah sedikit bisa sebelum teman-teman yang lainnya bisa.
Subhanallah……benar-benar pengalaman yang luar biasa. Terima kasih ya Allah…..engkau selalu memberikan apa yang aku butuhkan. Terimakasih juga buat bapak-ibu guru yang telah mengusulkan saya bisa Praktik Industri di KAP. Yang akhirnya banyak memberikanku tentang pengalaman kerja. Semoga Allah selalu melindung kalian semua.