oleh : riqi astuti
Foto Negara
singapura itu masih terpajang di sudut kamar hana. Foto yang Ia
peroleh dari majikan ibunya ketika jalan-jalan ke Singapura sekitar
lima tahun yang lalu sudah usang termakan usia, penuh dengan
debu-debu bahkan gambarnya sudah tak menarik untuk di lihat. Namun
tidak bagi hana, gadis kecil yang duduk di kelas VII SMP ini. Foto
itu adalah satu-satunya semangat yang Ia miliki untuk tetap konsisten
dengan cita-citanya dari SD, singgah di Negara Singapura. Setiap
malam selalu di pandangnya, mengkhayal dan berharap bisa berada di
sana. Bertemu dengan orang-orang yang cerdas, bediskusi dengan para
pejabat, dan banyak lagi.
walau kadang ibunya
tak yakin dengan apa yang hana cita-citakan, namun Ia selalu
mendukung apa yang putrinya lakukan, kasih sayang dan keikhlasan yang
tulus selalu Ia berikan untuk buah hati tercinta. Tak jarang Ia
teteskan air mata ketika melihat putrinya sedih, Ia sering menyesal
dengan keadaannya yang tak punya apa-apa, kerjapun hanya srabutan, Ia
merasa tak dapat membahagiakan putrinya ketika melihat hana sedih.
“Nak…do’a ibu kan selalu untukmu, ibu sangat berharap apa yang
hana cita-citakan bisa berhasil, entah bagaimana caranya semua
serahkan pada yang mengaturnya”, kata ibu hana dengan belaian
tangannya yang lembut menyentuh helaian-helaian rambut hana yang
panjang dan terurai, hana pun tersenyum dan memeluk ibunya
**********
“Teng….teng…teng”.
bel masuk kelas berbunyi, semua siswa masuk di kelas masing-masing
tidak terkecuali dengan hana, gadis yang juga di anggap pandai oleh
teman-temannya. Salah seorang guru mengenakan kerudung coklat,
berkacamata dan bersepatu hag tinggi yang sangat serasi dengan sragam
pegawainya itu terlihat berjalan menuju kelas hana. “Selamat pagi
anak-anak”, kata Bu Gita, guru sejarah di kelas VII mengucap salam.
“Pagi bu…”, sahut para siswa bersamaan. Bu Gita memulai
pelajarannya yang membahas tetang Negara maju dan Negara berkembang.
“Baiklah anak-anak, karena dua minggu yang lalu ibu telah
memberikan tugas kepada kalian untuk presentasi individu tentang bab
ini, maka hari ini kita mulai presentasi. Sudah siapkan?”, tanya Bu
Gita yang mengagetkan murid-muridnya. Hampir semua murid lupa akan
tugas yang diberikan Bu Gita karena banyaknya tugas yang mereka
kerjakan akhir-akhir ini. “Belum bu…”, “Wah bu, lupa...”,
“Banyak tugas bu...”, jawab mereka seakan lari dari tanggung
jawabnya sebagai pelajar, sehingga membuat ruang kelas menjadi gaduh.
“Sudah!! Sudah!!, kalian itu selalu mencari alasan! Sekarang tidak
ada alasan lagi, Salah satu dari kalian harus maju”, kata Bu Gita
sambil memukul meja, membuat semua murid menjadi diam tanpa kata.
Dalam situasi seperti itu hana memutar otak, Ia teringat tentang foto
Singapura yang berada di kamarnya, Ia juga sering mencari informasi
tentang Negara tersebut, bahkan alasannya yang membuat dia ingin ke
singapura salah satunya karena singapura adalah satu-satunya Negara
kecil yang maju di Asia Tenggara. Hana memberanikan diri untuk
presentasi, demi dirinya dan teman-temannya agar tidak mendapat
hukuman dari Bu Gita, guru yang paling killer di sekolah.
“Teman-teman...Hana saja yang maju”, kata hana memberanikan diri.
“Baiklah Hana, silahkan maju”, sambut Bu Gita. Teman-temannya
terkejut melihat keberanian hana, bakhan ada temannya yang mengejek,
“Halah…..kamu bisa apa Han, kamu itu bisanya cuma nitipin makanan
di kantin”.
Sudah tak asing lagi
bagi Hana ejekan-ejekan seperti itu, bahkan itu menjadi santapannya
sehari-hari. Namun itu tak memudarkan semangatnya untuk presentasi
tentang Negara Singapura. Ia pun memulai presentasinya dengan lancar,
bahkan Bu Gita terheran-heran melihat anak didiknya mengetahui begitu
detail tentang Singapura, yang belum pernah di ajarkannya di kelas.
Di tengah-tengah presentasi Hana, tiba-tiba salah seorang temannya
menyoraki, “Hahaha...teman-teman, lihat deh sepatu Hana, sepatu apa
itu Han! Udah rusak gitu masih kamu pake, nggak kuat beli
ya??”, kata Risti, teman sekelas Hana yang pandai tapi sombong
dengan kekayaan orang tuanya. Sontak saja teman-teman Hana reflek
melihat ke bawah dan menertawakan Hana. Dengan muka malu Hana kembali
ke tempat duduknya tanpa menyelesaikan presentasinya. “Risti!! di
sekolah itu semua memiliki tujuan yang sama, yaitu belajar, tidak
membedakan yang memiliki sepatu bagus, sepatu jelek bahkan sepatu
yang terbuat dari emas sekalipun. Kamu tidak boleh seperti itu dengan
temanmu, dan sekarang kamu maju presentasi”, kata Bu Gita sedikit
membentak. Risti kaget, dia belum persiapan apa-apa tentang matari
yang akan Ia presentasikan, bahkan Ia belum punya gambaran sama
sekali. “Sa…sa..saya bu??”, dengan muka pura-pura tidak tahu
Risti meyakinkan dirinya. “Iya, kamu. Cepat”, jawab Bu Gita.
“Ii..iiy..iyya bu, sebentar”, sahut Risti sambil berdiri untuk
maju. Risti maju dan mempresentasikan Negara Korea. Namun, karena
pengetahuannya sedikit, di tengah presentasinya dia berhenti. Dia
kehabisan kata-kata yang akan di sampaikan. “Dan ini adalah contoh
murid yang sangat pandai di kelas. Untuk presentasi saja masih
belepotan”, kata Bu Gita sedikit mengejek. “Sekarang kamu duduk”,
lanjut Bu Gita.
**********
“Eh,
temen-temen...ada pengumuman lomba nih, siapa yang mau ikut”,
teriak Rangga di depan papan pengumuman. Teman-temannya
berbondong-bondong menghampiri Rangga untuk melihat pengumuman.
Ternyata ada lomba membuat karya tulis tentang “Remaja dalam
Perubahan Dunia”. “Teman-teman, gimana kalau kita ikut lomba
bareng-bareng aja, sekalian buat latihan, hehe”, ajak Rangga pada
teman-temannya. “Setuju, terus uang pendaftarannya di jadiin satu
aja ngga, biar yang ke tempat pendaftaran satu orang aja kalau udah
ngumpul”, sahut salah seorang teman Rangga. “baguslah…Buat
teman-teman kelas VII yang ingin mengikuti lomba karya tulis bisa
mendaftar kepada saya dan pengumpulan saya tunggu sampai hari jum’at.
Setelah hari jum’at silahkan mendaftar sendiri di tempat
pendaftaran”, kata Rangga sebagai ketua kelas VII kepada
teman-temannya. “Kamu mau ikut juga Han?? Emang kamu punya uang
buat bayar pendaftarannya? Buat beli sepatu aja nggak kuat
apalagi buat daftar lomba seratus lima puluh ribu”, ejek Risti
kepada Hana. Hana hanya terdiam, Ia tak mau meladeni ejekan temannya
yang tidak ada gunanya.
Siswa yang tadinya
berkerumun di papan pengumuman berangsur-angsur kembali ke kelas,
tinggallah Hana sendiri di tempat itu. Ia hanya dapat memandang
pengumuman itu, dan tanpa berpikir panjang Ia mengambil pengumuman
lomba itu kemudian di masukkan di tas untuk di bawa pulang.
**********
“Assalamu’alaikum…”,
ucap Hana sambil mencium tangan ibunya. Ibu Hana yang sedang menjahit
baju Hana di ruang tamu dengan penuh keikhlasan menghulurkan
tangannya “wa’alaikumsalam…”, jawab Ibu Hana. Hana bermuka
masam saat tiba di rumah langsung menuju kamarnya. Melihat tingkah
laku putrinya yang aneh Ibu Hana berhenti menjahit dan menemui
putrinya di kamar. “Han, ada apa sayang?? Bilang ke ibu, siapa tahu
ibu bisa membantu”, kata ibu Hana dengan penuh kelembutan. “Tumben
ibu tanya sama aku, biasanya ibu kan nggak pernah
tanya-tanya kalau Hana lagi sedih?”, jawab Hana dengan sinis.
“Sayang, siapa tau ibu bisa bantu Hana, ibu pengen buat Hana itu
bahagia, ibu pengen Hana seneng”, sambut ibu Hana sembari memeluk
putrinya. Hana meronta, “Apa bu?? Bahagia?? Bahagia yang seperti
apa bu?? Ibu belum buat Hana bahagia, Hana menderita bu. Hana bosen
seperti ini terus, bahagia saat aku diejek temen-temen? Bahagia saat
aku diejek pake sepatu rusak?? Itu yang ibu bilang bahagia!!”, kata
Hana kasar. “Nak, maafkan ibu, ibu belum bisa buat Hana bahagia. .
.”, ibu Hana tak dapat berkata-kata lagi, Ia bahkan tak kuasa
menahan air matanya. Ibu Hana keluar meninggalkan putrinya sendiri di
kamar. Ia menangis, menyesal dengan keadaannya, Ia belum bisa memberi
kebahagiaan untuk putrinya tercinta.
Setelah ibu Hana
menyelesaikan pekerjaannya ia kembali menengok putrinya di kamar.
Ternyata Hana tertidur pulas di kamarnya, ibu Hana tersenyum, matanya
pun tertuju dengan kertas putih yang di dekap hana dalam tidurnya,
ibu hana kemudian mendekati Hana dan perlahan-lahan mengambil kertas
yang di dekap Hana. Ia tersenyum membaca isi dalam kertas itu,
“putriku… ibu akan mengusahakan semuanya, ibu akan mencarikan
uang pendaftaran lomba ini buat Hana, biar Hana bisa ikut lomba dan
menang”, kata ibu Hana kepada putrinya yang sedang tertidur pulas.
Ia pun meninggalkan Hana dan kembali mengerjakan pekerjaannya.
***********
Tanpa sepengetahuan
hana, ibunya pergi ke rumah orang-orang yang dikenalnya, Ia rela
bekerja apapun demi mendapat uang Rp 150.000,00 untuk biaya
pendaftaran lomba untuk putrinya. Rumah per rumah Ia datangi, Ia
berharap ada yang membutuhkan tenaganya untuk bekerja apapun yang
penting halal dan berharap supaya dapat pinjaman uang. Namun hasilnya
nihil, sampai seharian Ia tak mendapatkan apa-apa, pekerjaan tidak,
pinjaman juga tidak. Akhirnya ia pulang dengan tangan hampa, hampir
saja Ia putus asa. Namun Tuhan berkehendak lain, di perjalanan
pulangnya Ia bertemu dengan Bu Hermin. “Darimana bu?”, tanya ibu
Hana menyapa. “Ini bu, dari tempat Bu Lia, mau jahit baju, tapi
orangnya baru keluar”, jawab Bu Hermin. “Maaf bu, saya juga bisa
menjahit, kalau ibu tidak keberatan biar saya jahit saja, tiga hari
sudah jadi bu, saya butuh sekali uang buat sekolah Hana bu, bantu
saya”, kata ibu Hana meminta bantuan. Karena merasa kasihan dengan
ibu Hana, Bu Hermin pun memberikan bajunya kepada ibu Hana untuk
dijahit, “Ya sudah, ini bu, besok di antar di rumah ya bu”, jawab
Bu Hermin kemudian memberikan bajunya kepada ibu Hana. “Terimakasih
bu, terimakasih sekali, besok kalau sudah jadi langsung saya antar”,
kata ibu Hana dengan hati gembira. Ia senang, akhirnya Ia mendapatkan
pekerjaan, dan hasinya bisa untuk tambah-tambah biaya pendaftaran
lomba untuk putrinya. Ia langsung pulang ke rumah dengan hati
gembira.
**********
Pendaftaran lomba di
tempat Rangga tinggal dua hari lagi, Hana bingung, Hana pengen sekali
ikut lomba karya tulis itu, tapi dia belum dapat uang untuk membayar
biaya pendaftarannya. Ia juga sering marah-marah dengan ibunya. Ia
merasa tertekan dengan semua itu, tetapi di samping itu Ia tetap
belajar untuk karya tulis yang akan dilombakan. ‘Ya Allah… Aku
pengen ikut lomba itu, hmm….ya sudahlah, ikut nggak ikut
yang penting aku belajar. Ikut nggak ikut yang penting aku bisa’
begitulah Ia selalu menyemangati dirinya sendiri.
Sementara itu, ibu
Hana masih berusaha mencarikan uang untuk biaya pendaftaran lomba di
luar pengetahuan Hana. Ia pergi ke rumah Bu Hermin untuk
mengembalikan baju yang sudah Ia jahit. Namun sebelum berangkat Ia
sudah punya inisiatif untuk membawa televisi yang ada di rumahnya,
karena Ia tahu kalau upahnya dari menjahit belum mencukupi untuk
biaya pendaftaran itu. Sesampainya di rumah Bu Hermin, ibu Hana
menceritakan apa yang diinginkan anaknya, dan Ia memohon supaya
diberi pinjaman oleh Bu Hermin. Karena iba melihat ibu Hana, Bu
Hermin pun berjanji akan membantu ibu Hana, namun tidak bisa langsung
hari itu juga. Bu hermin berjanji akan langsung mendaftarkan Hana
untuk mengikuti lomba karya tulis itu. “Terimakasih ya bu, ibu
telah banyak membantu saya”, kata ibu Hana sangat senang, hatinya
gembira, pasti putrinya senang bisa ikut lomba. “Iya bu, sama-sama,
kita harus saling membantu. Besok kalau sudah saya daftarkan,
buktinya langsung saya antar ke rumah ibu saja, sekalian mau ketemu
Hana”, jawab Bu Hermin.
**********
Hari ini adalah hari
terakhir pembayaran biaya pendaftaran lomba karya tulis di tempat
Rangga dan terbukti, Hana tidak juga mendaftar. “Teman-teman saya
nanti mau ke tempat pendaftaran, jadi pendaftaran yang melalui saya
hari ini saya tutup ya”, kata Rangga kepada teman-teman sekelasnya.
“Haha….mana Han, katanya kamu mau ikut, kok namanya nggak
tercantum? Hu, pembohong!”, ejek Risti kepada Hana. “Aku nggak
pembohong! Aku pasti ikut lomba itu kok!”, jawab Hana sedikit
emosi.
Hari ini Hana sedih
sekali, Ia kesal dengan semuanya, kesal dengan ejekan teman-temannya,
kesal dengan ibunya yang tak pernah membuatnya bahagia. Sesampainya
di rumah Ia mendapati ibunya tak ada di rumah. Ia melihat ada pakaian
kotor di pojok rumah yang menumpuk, langsung Ia bawa ke halaman
rumah, pakaian kotor itu di buang sembarangan, hingga memenuhi
halaman rumahnya, rumah dan halamannya jadi berantakan. Hana
meluapkan semua emosinya sambil menangis. Tiba-tiba ada motor yang
berhenti di depannya. “Kamu kenapa Han, jadi orang itu jangan suka
ngambek. Nggak baik. Ibu kamu mana??”, kata Bu Hermin sambil
memasukan televisi yang dibawa ibunya Hana ke rumahnya untuk
dijadikan jaminan. “Nggak ada ibu!! Aku nggak punya
ibu!!”, jawab Hana dengan marah. “Hana!!! Durhaka ya kamu sama
ibumu, nggak baik Han ngomong seperti itu. Ibumu yang
melahirkan kamu, ibumu yang merawan kamu. Kamu malah menganggap ibumu
nggak ada”, sahut Bu Hermin mendekati Hana. “Terus apa bu,
ibu nggak pernah buat aku bahagia, ada dan nggaknya ibu itu nggak
pernah ngaruh dalam hidup Hana”, jawab Hana sinis. “Hana!! Kamu
jangan seperti itu, kamu nggak tau pengorbanan ibumu buat kamu
ya?? Asal kamu tau ya, ibumu itu rela kerja apa aja buat kamu, bahkan
ibumu rela menaruh tv tadi di rumahku demi kamu! Demi kamu Han, ibumu
pengen kamu ikut lomba karya tulis itu, dan ibumu sudah mendaftarkan
kamu ikut lomba itu, kartu pendaftarannya besok bisa kamu ambil di
rumahku. Harusnya kamu berterimakasih punya ibu seperti dia”, kata
Bu Hermin menasehati “Sudah, saya pergi dulu, terburu-buru”,
lanjutnya. Hana terdiam, Hana tidak pernah tahu kalau ibunya
mati-matian cari uang untuk biaya pendaftaran lomba karya tulis itu.
Hana hanya bisa menyesal, ia menangisi semua yang telah ia lakukan
kepada ibunya, ia baru sadar ternyata ibunya begitu menyayangi
dirinya.
*********
Hana meminta maaf
kepada ibunya, dan ia senang, akhirnya ia bisa mengikuti lomba karya
tulis itu. Hana berusaha sekuat tenaga untuk mempersiapkan diri
mengikuti lomba tersebut. Ia ingin menjadi juara, Ia ingin memberikan
hadiah terindah untuk ibunya.
Setelah Ia
menyiapkan segala sesuatu yang Ia butuhkan untuk lomba, Ia mulai
mengerjakan karya tulisnya. Ia mengerjakan dengan penuh ketelitian
dan kehati-hatian, semua Ia kerjakan dengan sempurna. H-10 batas
pengumpulan karya tulis Hana mengumpulkan hasil karyanya. tidak lupa,
sebelum muengumpulkan karya tulisnya Ia meminta restu kepada ibunya.
Perasaan optimis selalu menyelimutinya. Dan sekarang Hana tinggal
menunggu pengumuman, Ia berharap bisa menjadi pemenang dalam lomba
ini, karena akan diambil pemenang lima besar dan kemudian pemenangn
tersebut akan mempresentasikan hasil karya tulisnya.
**********
Hari ini adalah
pengumuman pemenang lomba karya tulis tingkat provinsi. Hana cemas,
Ia takut dirinya tidak menjadi pemenang, jantungnya berdetak-detak
takut tidak bisa memberikan hadiah terindah untuk ibunya. Namun
ketakutan-ketakutannya itu di selimuti dengan rasa optimis. Ia
optimis dengan apa yang telah Ia kerjakan, Ia yakin kalau apa yang Ia
kerjakan pasti akan menghasilkan terbaik.
Tiba-tiba
ada orang yang mengetuk pintu, Hana langsung menuju ke ruang tamu.
“Mbak, ini ada kiriman surat, maaf datangnya terlambat, saya nyari
alamat rumahnya sulit”, kata tukang pos kemudian memberikan surat
kepada Hana. “Darimana pak?, oh iya pak nggak papa. Emang
nggak pernah ngirim dan nerima surat, jadi mungkin bapak baru
pertama kesini”, jawab Hana. “Nggak tau mbak, baca aja. Hehe, iya
mbak, ini baru pertama saya kesini”, jawab pak pos “ya sudah
mbak, saya langsungan ya”, lanjutnya. “Oh ya pak, terima kasih”,
jawab Hana.
“Ibu…Hana
dapat surat, sini bu…”, Hana berteriak memanggil ibunya. Ibunya
langsung menemui Hana. “Ada apa sih Han, kok teriak-teriak, ya udah
di buka aja, siapa tahu itu pengumuman lomba kamu”, kata ibu Hana.
“Oh, iya ya bu”, jawab Hana sambil membuka amplopnya pelan-pelan.
“yee! Yes!! Hore!!Hana menang bu, Hana dapat juara dua!!”,teriak
Hana sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan dan memeluk ibunya.
Ibunya ikut senang dan memeluk putrinya. “Makasih ya bu atas
do’anya, Hana bisa menang lomba ini”, kata Hana berterimakasi
kepada ibunya.
Sejak
saat itu Hana mulai belajar presentasi, karena hanya ada waktu tiga
hari untuk mempelajarinya dan kemudian dipresentasikan dihadapan
juri. Walaupun media yang dimilikinya tidak memadai, namun Ia tetap
berusaha menyiapkan segala sesuatu yang Ia butuhkan dengan meminjam
kepada tetangga dan teman-temannya.
**********
Hari
yang ditunggu-tunggu Hana akhirnya tiba juga, hari dimana Hana akan
memperebutkan kejuaraan dengan mempresentasikan hasil karya tulisnya.
Perasaan Hana bercampur aduk, antara grogi, takut, dan juga berharap
untuk menang. Lawan-lawannya sama-sama kuat, dan memiliki kepadaian
dalam berbicara. Namun itu tidak melunturkan semangat hana untuk
menjadi juara.
Lomba
presentasi dimulai dengan sangat resmi, di buka oleh gubernur
setempat dan peserta lomba harus mempresentasikan di depan para juri
dan juga para penonton. Banyak aspek yang menjadi pertimbangan dalam
lomba tersebut. Semua peserta mempresentasikan hasil karyanya. Tidak
ada yang gagal dalam presentasi itu, semua peserta berhasil dan
sukses dalam menyajikan materi dihadapan juri dan penonton.
Saatnya
moment yang paling menegangkan, pengumuman pemenang dalam lomba karya
tulis tingkat Provinsi. Semua peserta tegang dan menginginkan menjadi
pemenang. Tetapi bukan perlombaan namanya kalau tidak ada yang menang
dan kalah. Semua harus siap, karena menang atau kalah adalah hal yang
wajar dalam perlombaan. Akhirnya, diumumkan pemenang lomba karya
tulis tersebut, dan Hana mendapat juara satu sekaligus sebagai wakil
untuk mengikuti lomba tingkat Nasional. Kegembiraan pun menyelimuti
hati Hana dan ibunya, Hana bersyukur akhirnya bisa memberikan hadiah
terindah untuk ibunya, seperti yang telah Ia janjikan sebelumnya.]
**********
Selama satu bulan
Hana di kirim ke ibukota untuk memasuki masa karantina sebelum
perlombaan. Ia bertemu dengan teman-teman yang baru, dari 33 provinsi
berbeda di Indonesia. Banyak hal dan pengalaman yang Hana peroleh
selama masa karantina. Ia sangat bersyukur di beri kesempatan untuk
menjadi peserta dalam lomba tingkat nasional itu.
Hal yang sangat
mengejutkan para peserta lomba, yang tidak di beritahukan sebelumnya
yaitu dua hari sebelum perlombaan para peserta diberi kesempatan
untuk berlibur bersama ke Singapura. Tentu saja hal itu sangat
menggembirakan para peserta lomba, tidak terkecuali dengan Hana,
gadis yang sejak kecil sangat menginginkan untuk bisa pergi ke
Singapura. Hana sangat gembira mendengar kabar dari pembimbingnya
itu.
Para peserta pergi
berlibur ke Singapura bersama-sama, kebahagiaan terlihat di wajah
para pesrta lomba tersebut. Banyak hal yang mereka peroleh di sana,
bertemu dengan pejabat, mengunjungi tempat-tempat yang sangat
terkenal di Singapura, berkunjung ke sekolah-sekolah di Singapura dan
tidak lupa untuk menggali informasi yang membuat singapura menjadi
Negara maju.
**********
Lomba karya tulis
tingkat Nasional di mulai dengan khitmat, semua peserta
mempresentasikan hasil karyanya. Materi-materi yang mereka suguhkan
sangat luar biasa. Mereka semua benar-benar anak bangsa yang cerdas.
Mereka semua merasa sudah menjadi juara, karena mereka semua
memiliki kemampuan yang luar biasa.
Hasil lomba di
umumkan hari itu juga, Hana menjadi runner up dalam perlombaan itu.
Namun Ia sangat senang, akhirnya apa yang Ia cita-citakan berhasil.
Berkunjung ke Negara singapura dan bertemu para pejabat di sana.
Sungguh hal yang tak mungkin dilupakan oleh Hana, yang akan selalu di
kenang dalah hidupnya.
#terinspirasi dengan suatu adengan di televisi :)