Jumat, 11 November 2016

Mendaki Merbabu, Mengukir Kenangan (Part 1)



Guyuran air hujan yang seolah tak ingin berhenti sore ini, mengingatkanku dengan perjalanan yang pernah ku lalui tahun 2015 lalu. Perjalanan di tengah derasnya air hujan, gelapnya malam, dan dinginnya percikan air dalam tubuh. Perjalanan yang diawali dengan hasrat dan keinginan untuk mencoba, yang sebenarnya karena sering dipameri foto-foto menakjubkan. Perjalanan pertama mendaki gunung, bersama teman-teman kelas, Gunung Merbabu, 18-20 April 2015. 

Ruang baca fakultas yang terletak di pojok barat gedung dekanat FE UNY menjadi saksi kita yang meniatkan perjalanan ini. Kita, yang kala itu menjadi mahasiswa (menjelang) semester akhir di pendidikan akuntansi, tetiba punya rencana buat have fun bareng sebelum lulus. Saking niatnya kita membuat kenangan yang tak terlupakan di kelas, Diksi A, sampai-sampai ada yang mengajukan diri menjadi panitia utama. Duh. Dulu, aku mikirnya lebay banget naik gunung harus bentuk panitia segala. Tapi ternyata, aku salah menduga. Perjalanan sedekat apapun, tanpa direncanakan hanya akan menjadikan kita orang yang tak tau arah. Harus kemana dan harus bagaimana. Apalagi kita membawa rombongan yang tak sedikit. 

Wafiq. Laki-laki berpostur besar, yang beratnya hampir 3x dari berat badanku. #Eeeh. Maksudnya kala itu. Ia mengajukan diri menjadi volounteer dalam agenda have fun bareng ini. Tentunya, bersama dengan cowok-cowok ganteng lainnya. Ditto, Titis, Rochmat, Arief, Muji, Tri. Yaa. Karena cuma mereka yang ganteng di kelas. Sementara yang lain, aku salah satunya. Terima jadi saja, males juga sih ribet ngurus ini itu. 

Namanya bersama, urusan setuju dan tidak setuju, mau dan tidak mau, bisa dan tidak bisa lumrah adanya. Menjadi sangat pelik urusannya bila harus memaksakan. Maka, membiarkan mereka menentukan keikutsertaan adalah pilihan yang tepat. 

Singkat cerita, setelah merencanakan banyak hal. Tempat dan waktu tentunya. Jadilah, kita menyepakati untuk mendaki. Waaaah. Mendaki kemana? Gunung Merbabu. Katanya sih gunung ini tepat buat pemula. Nggak susah susah amat. Duh. Kayak mau ujian aja. He. Waktu yang kita tentukan adalah 18 April 2015. Tepatnya hari sabtu. Daaan, karena satu dan lain hal. Akhirnya kita pergi mendaki dengan ‘perwakilan’ kelas. Haha. Gitu aku nyebutnya. Why? Karena akhirnya yang ndaki nggak semua. Setelah ijin sana sini, jadilah kita beeer... berapa ya? Bersekian lah. Nggak nyampe sepuluh. Tapi itu sudah sangat cukup sebagai ‘perwakilan’ kelas kok. :3


Ini kita. ‘Perwakilan’ Diksi A 2012 yang siap mendaki. Akhirnya kita berangkat bersembilan. Waaah. Banyak juga lho. Dengan satu penyusup #eeh. Dan inilah kita (!)
Cowok berkacamata paling pojok itu namanya, Titis. Jangan tanya pengalaman mendaki padanya. Sudah banyak puncak-puncak tertinggi yang ia sapa tentunya. Sebelahnya, ada Rochmad. Cowok kelahiran Gunungkidul ini, 11 12 laah sama Titis soal mendaki. Selama perjalanan nanti, mereka akan jadi leader kita. Baiklah. Bawa kita ke puncak, dan antarkan kita pulang kembali

Cewek pake jaket pink itu namanya Devie. Nah ini. Cewek yang paling berpengalaman dalam mendaki, diantara kita. Cewek yang hobi travelling ini yang membuatku ‘mau’ ikut mendaki (akhirnya). Ditto, nama laki-laki berpostur besar di samping Devie. Pengalaman mendaki? Emm. Yang jelas dia bukan newbie kaya aku lah. Nah, sebelahnya ada Muji. Cowok pendiem yang satu ini, juga bisa dibilang newbie lho soal daki mendaki. Btw, dia batal ngajak ‘temennya’ buat ikut gabung. Ah. Tak apa. Masih ada kita, Muj. :D 

Cewek-cewek paling pojok ini, aku, Asti, dan Danti. Ini orang ter-newbie dalam rombongan. Jangan tanya soal mendaki pada kita. Tentu, bukan kita ahlinya. Tapi, tenanglah. Ada mereka. Ahli gunung yang akan mengantar dan menjaga kita. Tsah.
Nah. Cowok yang duduk di tengah itu namanya mas willy. Dia kakak angkatan kita, yang tetiba pengen ikut. Pengalaman mendaki? Wah. Dia ahlinya soal itu. Diantara rombongan, dia satu-satunya yang nggak bawa apa-apa. Serasa pergi ke mall gitu, cuma bawa tas yang isinya barang pribadi. Ehehe. Oh ya. Ada satu lagi. Namanya Wafiq. Yah, dia nggak ikut foto pemberangkatan. Soalnya nunggu dijalan. Bukan termasuk golongan newbie kayak aku kok. 

Kisah perjalanan sembilan anak manusia akan dimulai. Perjalanan untuk semakin mensyukuri kuasa-Nya. Perjalanan untuk menyadari, betapa kecilnya kita, dan betapa tak pantasnya kita menyombongkan diri. Ada Allah Yang Maha Besar. 

Sekitar pukul 13.00 kita janjian kumpul. Jangan tanya, “kenapa kumpulnya siang, mau berangkat jam berapa?” (lagi), karena sudah banyak yang bertanya semacam itu padaku. Maklum lah. Kita ini orang-orang yang (sok) sibuk. Banyak acara sana sini, tapi main tetep jalan. Jadilah kita memutuskan untuk berangkat sore. 

Hima diksi menjadi titik kumpul kita. Mengumpulkan barang bawaan, dan menatanya kembali. Memastikan, cewek-cewek tak membawa barang banyak dan berat. Senangnyaa. Perjalanan ini akan menyenangkan. Ditto dan Wafiq jadi orang yang bermodal untuk perjalanan ini. Kalian tau? Bahkan sampai-sampai beli carier, sendal gunung, dan, celana apalah namanya. Baru. Wah. Semoga menjadi bersejarah (!).

Aku? Untung aku punya orang yang berbaik hati untuk meminjamkan segalanya. So, aku hanya bermodalkan diri. Hhee. Bahkan, saking newbie-nya aku, sampe-sampe di-packing-in (maaf bahasanya belepotan). Dikasih wejangan sana-sini. <3 Baiklah, terima kasih, Kak. Tenang. Asti ini wanita yang kuat. Aku akan baik-baik saja, dan pulang dalam keadaan yang baik-baik saja (juga). 

Aku tidak ingat pasti, jam berapa kita berangkat. Hampir setengah 3 atau bahkan lebih dari itu. Kami bersembilan, dengan 5 motor. Siap melaju, menuju Selo, jalur pendakian termudah (katanya).  

Namanya perjalanan, tak selalu lurus dan mulus sesuai rencana bukan? Begitupun dengan perjalanan ini. Tepatnya di Magelang, setelah gapura magelang. You know lah. Ada ‘cegatan’. Duh. Udah kesekian kalinya aku melewati tempat itu, dan selalu ada cegatan. Hehe. Rejeki. Pada akhirnya, kita harus meninggalkan satu orang dalam rombongan. Karena apa ya? Aku sedikit melupakannya. Karena lampunya mati, atau bagaimana. Entah. Mas Willy memutuskan untuk tidak lanjut naik, dan memilih untuk kembali. Biar nggak kena tilang. Jadilah kita hanya berdelapan. Tanpa mas Willy. Yaah. Sedih sih. Tapi apa boleh buat.  

Mendung gelap menyelimuti langit magelang. Hitam pekat. Dibarengi dengan petir yang menggelegar. Tetiba. Hujan mengguyur kota ini. Perjalanan kita pun harus ditemani dengan guyuran air hujan. Sampai di daerah Ketep menjulu jalur Selo, salah satu ban motor dari rombongan kita ada yang bermasalah, tapi untunglah bisa digunakan. Karena kondisi hujan, dan hari sudah mulai gelap. Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Lusa saat kita pulang, kita ke bengkel dulu untuk memperbaiki motor yang bermasalah tadi. 

Sesampainya di Selo, ada satu dan satu-satunya supermarket. Kita berhenti untuk membeli beberapa botol air mineral sebagai bekal. Memang sudah kita rencanakan untuk membeli di tempat ini. Biar nggak repot dari awal. Aku sih manut-manut aja, pokoknya sendiko dawuh.
Di sini aku merasakan atmosfer itu. Senang. Haru. Sedikit tidak percaya. Rombongan hilir mudik melalui jalan aspak sempit ini. Ada yang berboncengan, ada yang sendiri. Mengenakan carier-carier besar. Setiap dari kita ada yang mendahului, selalu menyapa, “Mari mas”, “Duluan mas”. Ah. Padahal tidak saling kenal. 

Supermarket ini menjadi salah satu tempat bertukar informasi. Mereka yang dari Merbabu dan kita yang menuju Merbabu. “Gimana mas di sana? Hujan?”. Basa-basi yang (mungkin) selalu terlontar sesama pendaki. Tapi ini mengesankan. 

Kita melanjutkan perjalanan. “Sebentar lagi kita sampai basecamp.” Ujar temanku di motor sebelah. ‘Alhamdulillah. Aku kira masih sejaman lagi. Ternyata nggak jauh.’ Hujan malam itu sudah reda, sekitar jam enam sore. Jalanan sudah naik turun, dan berkelok-kelok. Jalanan khas kaki gunung. Beberapa motor saling berdekatan. Jalanan licin selepas hujan membuat beberapa orang memperlambat kecepatan motornya, memilih berhati-hati.
Tanjakan tajam dan jalan berbatu membuat beberapa pembonceng memilih turun dan berjalan kaki. 
 “Muj, aku turun aja ya.”
“Nggak usah, Ast.”
Baiklah. Aku tetap diatas motor yang dipenuhi dengan rasa was-was. Tanjakan pathuk menuju Wonosari mah apa. Lewaaat.
“Ast, kamu turun aja deng. Danti udah di depan itu.”
Akhirnya Muji memintaku untuk turun. Aku bergegas turun. Menghampiri Danti. Hanya beberapa saat. Jalanan sudah membaik. Kita membonceng lagi. 

Baru beberapa menit kita melewati jalur ini, tanjakan tajam terlihat dari kejauhan. Sorot lampu motor padat di ketinggian itu sejauh mata memandang. ‘Ternyata tanjakan tadi tidak ada apa-apanya’. 

“Turun sini aja. Nanti yang bisa naik, balik ke bawah buat ambil barang (tas).” Ujar salah seorang teman. Kita turun. Empat motor naik. Berjuang sampai basecamp. Aku, Devie, Danti turun. Membawa barang bawaan yang lumayan (berat). 

“Kalo lewat Selo, jalan ini yang tanjakannya tinggi. Jadi kalo mau sampai basecamp mesti gini (red- jalan)”, Devie yang sudah berpengalaman, berbagi pada kita. Aku dan Danti hanya diam. Barang bawaan yang harus kami bawa ditambah harus jalan naik membuat kami memilih untuk mengatur nafas. ‘Ini belum ada apa-apa’ ujarku dalam hati.
Satu per satu dari kami dijemput dengan cowok-cowok yang sudah sampai atas. Barang bawaan terlebih dulu, tentunya. 

“Alhamdulillah. Akhirnya. Basecamp.”
Hampir pukul 7 malam. Kita memilih tempat di bagian dalam untuk sekedar melepas penat dalam perjalanan dan packing ulang. Bergegas kita menunaikan sholat yang sudah tertunda selama perjalanan. Selepas itu, kita melakukan obrolan ringan, ditemani dengan segelas teh panas, yang ketika kita minum sudah menjadi dingin. Pun kita juga mencicipi makanan terlezat di gunung, “nasi telur” khas Selo. Ahaha. Kata Wafiq akan menjadi makan terlezat selama dua hari kedepan. 

Jam 9an malam kita (baru) siap untuk memulai petualangan. Sarung tangan, syal, mantel, senter, permen, coklat, madu, air mineral. Cek. Cek. Sudah di tempat yang mudah diambil? Aaah. Persiapan pun sangat mengesankan. Rindu.
Mari menjadi Si Bolang. Inilah perjalanan kami menyusuri Gunung Merbabu.






Sabtu, 13 Februari 2016

Akan Sampai Kapan? (Keluarga Kedua)

Sabtu, 13 Februari 2016 || 14.00 || LPPM UNY

Akan sampai kapan?

Ijinkan aku memulai kalimat itu sebagai pembuka.
"Akan sampai kapan?"

Entah. Akan sampai kapan aku ada di sini.
Bersamamu, keluarga keduaku.
Iya.
Satu yang ingin ku sampaikan padamu, kali ini, pada kesempatan ini. 
Tentangmu,
Keluarga keduaku.

Akan sampai kapan?
Akan sampai kapan aku ada di sini.
Bersamamu, keluarga keduaku.
Keluarga yang mengajarkanku akan banyak arti hidup.
Keluarga yang membesarkanku dengan segala kekuranganku.
Keluarga yang mendewasakanku dengan segala ketidaksempurnaanku.
UKM Penelitian UNY.

Akan sampai kapan?
Akan sampai kapan aku di sini.
Bersamamu, keluarga keduaku.
Setiap tahun berganti masa, tapi aku tak melihatmu berubah.
Sedikitpun.
Kamu, adalah kamu yang aku kenal dulu.
Rumah.
Tempatku singgah,
Temanku bercanda,
Sahabatku berbagi,
Keluargaku dalam kesederhanaan.
Kamu,
Hanya berganti pengisi,
yang aku tahu, setiap tahun akan semakin bertambah,
menjadi Keluarga Besar.

Aaah,
Setiap bagian darimu, ada banyak keengganan untuk sekedar melupakan namamu.
Karena aku tahu, setiap namamu ada banyak kisah yang mereka ukir bersama.
Tentang pembelajaran, kebersamaan, dan proses hidup serta mendewasakan diri.

Kamu,
Keluarga keduaku.
Akan sampai kapan?
Akan sampai kapan aku di sini.
Bersamamu, keluarga keduaku.

Ku harap.
Sampai kelak.
Kelak. Dan bahkan selamanya, aku tetap mengenalmu.
Tempat, teman, sahabat dan keluarga yang mendewasakanku dan menjadi salah satu jalanku menggapai mimpi dan suksesku ke depan.
Bahwa,
Kamu adalah bagian dari jalan sukses yang pernah ku lalui.

Terima kasih, kebersamaan.
:)

 *ada satu yang ingin ku ucap untukmu, sampai kapanpun, keluarga adalah kita dan dengannya kita menjadi dekat. Semoga akan selamanya menjadi dan tak akan pernah berubah sedikitpun, tentang "keluarga sederhana"
.





Sabtu, 23 Januari 2016

...

Jika sabarmu telah hilang,lantas masihkah ada yang akan menjadi penguatmu untuk mengokohkan hati yang tetiba runtuh?
Ah,
andai kau tau, 
betapa mahal dan berharganya 'sabar' itu dalam diri seseorang.


Kamis, 26 Maret 2015

Guyub Comunity - Dolan Bareng Panti Asuhan Asy Syafi'iyah



22 Februari 2015
“Lalu, apa yang kau sesali dari berbagi? Yang membahagiakan adalah ketika melihatnya tersenyum dan bahagia.”

(Lagi) Aku merasakan hari yang luar biasa. Hari yang akan menjadi cerita indah pada suatu masa. Hari ini. Alhamdulillah. Akhirnya bertemu juga dengan tanggal 22 Februari 2015. Hari yang dinanti, setidaknya sejak sepekan yang lalu.
Aaaaak. Mimpi itu. Harapan itu. Akhirnya terwujud, bukan?
Mengajak temen-temen panti maen ke Taman Pintar :’)

Untukmu yang menamakan diri dengan sebutan “Guyub Comunity”.
Untukmu yang dengan senang hati mempersiapkannya.
Untukmu yang berjiwa sosial tinggi.
Apa yang kau pikirkan (lakukan) semalam sebelum hari ini?
Aku tau. Pasti banyak hal. Karena akupun begitu.
Tetapi hari ini? Akupun tau, kau pasti bahagia. Karena akupun juga merasakannya.


Allah. Bukan hanya kemampuan, tapi juga kemauan. Iya. Hari ini aku membuktikannya.
Ah, tidak. Bukan aku, tapi kita. Kalian juga membuktikan itu, bukan?
Aku pasti merindukan moment ini. Semoga. Episode ini kan terulang, di suatu masa. Dalam kondisi yang berbeda. Aamiin. :’)

Kami, beeer.....(berapa yaa) Paksi, Luqman, Yudik, Miftah, Rais, Fafa, Dika, Dewa, Eni, Eka, Septi, Asti, Rara, Oni, Maya dan ada Wahyi juga. Mendampingi mereka. Temen-temen panti asuhan Asy-Syafi’iyah jalan-jalan di Taman Pintar.
Allah, jika ada sederet kisah dan perjalanan yang membahagiakan, maka perjalanan ini adalah bagian dari itu.

Dimulai dengan perjalanan dari UNY ke Turi sekitar jam 07.00 Hmm. Telat siih dari rencana awal. Tapi untungnya sudah dibagi di tiga lokasi, TKP (Taman Pintar), Pemberangkatan (Turi) dan kumpul (SC UNY) jadi masih ‘agak’ bisa di-handle. Walau ada sesuatu insiden telpon berkali-kali #eeh. Sebenernya siih nggak telat, cuma ada sedikit miskom aja :3 hehe 

Tapi gapapa. Berdampak baik kok :D dari yang semula rencana berangkat jam 08.30, ternyata jam 08.00 sudah bisa otw dari Turi. Terbagi dalam 2 bus. Awalnya siih nggak nyadar kalo ternyata 2 bus itu dibagi laki-laki dan perempuan, jadi waton masuk aja, dan baru nyadar ketika pulang -,-

Di sana, aku bisa menyaksikan sorotan mata, satu per satu dari mereka. Aaaak. Kesempatan yang luar biasa bisa membersamai mereka. Mereka, yang berjumlah sekitar 40 anak dari TK – SMK. Ada yang ngobrol, ada yang menikmati perjalanan, ada yang anteng, ada pula yang bawaannya kertas isinya lirik lagu. Satu hal yang mengesankan dalam perjalanan adalah ketika mereka sholawatan bareng. Adeeeem. Lama banget nggak nyanyi sholawatan gitu. Terima kasiih :’)
Perjalanan yang tak terlalu lama. Kamipun tiba di depan Taman Pintar. Dan kami langsung disambut oleh dua orang luar biasa Paksi sama Luqman, karena mereka-lah yang membantu kita selama di sana :D #OrangDibalikLayar.

Di taman pintar, kami masuk di gedung Oval dan Kotak. Sebelumnya, kami dikumpulkan di halaman depan. Pembagian kelompok dan pemakaian tanda pengenal. Setiap dari kami mendampingi 4- 6 anak. Hiyaah. Acak. Awalnya ada yang nggak nurut juga siih, soalnya bukan temen akrabnya. It’s no problem. Pada akhirnya akan biasa kok :D

Menyaksikan mereka bahagia adalah suatu kebahagiaan tersendiri.
Ketika setiap dari mereka menyaksikan setiap sudut ruangan yang kami jelajahi, ku saksikan gerak dan langkah mereka. Satu per satu.  Langkah yang ringan. Wajah yang berseri. 

Setiap bagian kami kunjungi. Mereka aktif sekali. Mencoba ini, mencoba itu. Ah, mereka. Sangat menikmati masa kecilnya. :’) Pada akhirnya kita menambah satu tempat yang dikunjungi. Nonton film 3 dimensi. Sebagai closing kunjungan kita di taman pintar. Nggak sampai 2 jam kami menjelajahi setiap sudut di gedung oval dan kotak itu.

Ada dua orang yang menarik perhatianku. Adik kecil cowok – cewek, yang satu seneng banget sama kamera, kalau ada yang punya kamera selalu diminta buat foto-foto. Objeknya bukan dia, tapi sesuatu yang menarik. Satu lagi phobia banget sama yang namanya foto. Setiap kali mau difoto sendirian, selalu menolak dan menghindar. Aaah, adik.... kalian... :)

Ketika kami keluar dari gedung, sudah disiapkan tempat kami untuk berkumpul. Istirahat sejenak. Sholat. Makan siang. Dan terharu ketika bapak –ibu yang mendamping mereka (adik-adik panti) membawa banyaaak sekali makanan dan buah-buahan. Kita jadi terjamin #eeh

Karena masih ada waktu sebelum dijemput bis, setelah melalui obrolan singkat, akhirnya kami nambah main ke museum Vredeburg. Terik matahari yang menyengat siang itu, sama sekali tak menghalangi langkah kaki mereka. Menikmati kebebasan yang tentu tak selalu bisa dirasakan. Berlari, penuh canda dan tawa.

Kamipun mengakhiri kegiatan sebelum Ashar. Perjalanan pulang yang mengesankan. Dalam perjalanan menuju ke Turi, tak sedikit dari mereka melepas rasa penat dan lelah, dengan istirahat (tidur). Dan ketika aku membersamai mereka di bis, adik kecil itu, Dek Kliana namanya, yang selama di Taman Pintar bersamaku. Dia kerap kali mengajakku berkomunikasi, walau dengan bahasa non verbal.

Sesampainya di Turi, dan turun dari bis, adik itu langsung menghampiriku, “Mbak, ke panti dulu kan?” aaaak. Adik. Pertanyaanmu, bikin terharu :’) kami pun berjalan beberapa meter, karena memang bis tidak bisa langsung masuk di depan panti.
Sebelum kami berpamit pulang, kami melakukan sholat berjamaah. Di teras rumah panti. Indahnya... :) ketika mereka mengambil perlengkapan sholat, menyiapkan sajadah untuk sholat. Sungguh, pembelajaran yang luar biasa. 

Kegiatan kami bersama mereka, kami akhiri dengan berpamit pulang. Menyerahkan buku, alat tulis dan sumbangan lain. Tentu ini bukan hanya dari kami, ini dari mereka-mereka yang berjiwa sosial tinggi pula. Terima kasih atas kepercayaan dan kerjasamanya :’)

Lepas dari sana. Tujuan utama kita adalah makan bersama. Setelah sama-sama letih #eeh. Tapii, kita juga punya tujuan terselubung :D  Tujuan terselubungnya adalah maen ke jembatan gantung. Setelah sempat kesasar, akhirnya sampai juga. Waaaaah. MasyaAllah. Luar biasa. Mengobati rindu dengan suasana alam. Ngapain lagi, kalau nggak foto-foto. Ya. Selain menikmati pemandangan yang indah, kami tak pernah lupa untuk mengabadikannya dengan foto bersama. :D
Setelah puas memanjakan mata, kami kembali melanjutkan perjalanan untuk makan bersama.

Perjalanan yang menyenangkan, setelah pagi ketika berangkat disuguhi dengan gunung merapi yang terlihat gagah dan rasa dingin yang menusuk pori-pori, sore ketika kita pulang pun disuguhi dengan pemandangan yang tak kalah menarik, pun lagi-lagi diberi kesempatan untuk melihat sunset di sebuah jalan desa dengan tanaman hijau yang terhampar luas.

Akhirnya. Perjalanan kami ditutup dengan makan bersama.
Lelah kita terbayar sudah, dengan ‘evaluasi’ kecil yang kita lakukan, dengan canda tawa yang kita lontarkan, dengan kegembiraan yang kita ekspresikan.
Terima kasih atas perjalanan yang luar biasa ini. Sangat berkesan dan menginspirasi.
Semoga, suatu episode nanti kita bisa mengulang perjalanan ini :’)

Selasa, 24 Maret 2015

Dari [Calon] Pendidik, Aktivis PKM sampai Pencetak Sejarah



21 Februari 2015

 [Calon] Pendidik
Hari ini, akan menjadi hari bersejarah bagiku. Bagi kita, mahasiswa UNY semester 6, khususnya Prodi Pendidikan Akuntansi. Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari dimana kita dibekali untuk menjadi calon guru. Pembekalan Micro Teaching.

Pagi ini, suasana  fakultas termuda di UNY sedikit berbeda dari biasanya. Dari sekian banyak mahasiswa yang berkeliaran di fakultas, yang memang ada 2 kegiatan di hari itu. Pandanganku tertuju pada mereka yang mengenakan seragam putih-hitam. Selayaknya pelayan di restoran dan pegawai baru dalam masa training.

Aaah, kalian :’)
Mereka, termasuk akulah yang mengenakannya.
Bawahan kain hitam, atasan hem putih, dan untuk cewek mengenakan kerudung hitam.
Terlihat semakin dewasa dan berwibawa.
Setelah sekian lama kami menuntut ilmu di kampus pendidikan ini, tibalah saatnya kami akan mengabdikan diri. Mengaplikasikan ilmu yang kami dapatkan selama hampir 3 tahun ini. Dan ini langkah awal kami. Sebelum menjadi seorang pendidik.
Pembekalan Micro Teaching. Satu dari banyak hal harus kami lalui sebelum pada akhirnya kami diterjunkan di sekolah untuk mengajar.

Sengaja, pagi ini aku berangkat awal. Walau ketika sampai di kampus sudah ada satu dua orang temanku di sana. Pun ketika sudah di kelas, aku memilih bangku depan, tepat di depan pintu. Mulai ku pandangi satu per satu dari mereka yang datang. Unik, Aneh, walau ada juga yang lucu. Tak biasa, mengenakan pakaian rapi. Apalagi putih-hitam. Ada yang masih malu-malu,  dan jaket lah menjadi senjata andal mereka. Ada yang mengabadikan moment dengan foto-foto bersama, ada pula yang tampilannya berubah 180 derajat. Ada.
Allah. Lancarkan proses kami menjadi seorang  pendidik sejati. ^^

Aktivis PKM
Setelah melalui pembekalan micro di GE 2, aku berpindah di kegiatan Workshop PKM GT-AI di auditorium. Aaaak, mereka juga membuatku terharu. Dibela-belain dari Kampus Wates ke FE untuk mengikuti workshop PKM.

Walau ada beberapa yang tidak hadir, tapi ruangan itu tetap penuh, dan terlihat antusiasme mereka untuk berpartisipasi dalam PKM. Dan yang membuatku terharu lagi adalah mereka. Iya, mereka yang berseragam putih-hitam sama denganku, dan adapula yang tidak dengan seragam itu (jurusan lain). Mereka sudah tergolong menjadi mahasiswa tua, tapi mereka tetap hadir dan menyempatkan untuk ada di sana. Aaaaak, keren :’)

Semoga ini adalah langkah menuju kesuksesan,
untukmu mahasiswa FE, dan untukmu Fakultas Ekonomi.^^
Senengnya juga, bisa mendengarkan ide-ide dahsyat mereka. Pun bisa konsultasi bahkan sekedar sharing dengan dosen. Kapan lagi coba merasakan kayak gini?
Terima kasih untuk kesempatan hari ini, temen-temen Kristal. ^^

Selanjutnya, aku pulang. Diawali dengan nunggu bis yang lumayan lama dan cuaca yang tidak mendukung, dilanjutkan dengan keliling pasar Beringharjo untuk membelikan pesanan ibu, dan sekedar melihat suasana pasar. Akhirnya, tibalah di rumah.

Belum lama sampai rumah, teman-teman datang. Karena memang hari ini kami mau packing buku yang mau dibawa ke panti. Ternyata tak membutuhkan orang banyak dan waktu yang lama untuk memilih dan packing buku. Setelah maghrib, semua sudah beres dan rapi.

Pencetak Sejarah
Mungkin mereka butuh hiburan :D setelah lelah –sebenernya enggak lelah juga sih– mereka mengajakku maen. Haha. Emang. Maen ke rumahku kalo sampe malem nggak maen ke Malioboro itu nggak afdhol :D
Akhirnya kami memutuskan maen ke Malioboro berempat.  Niat awalnya siih, mau beli eskrim doang di Mall. Tapi, salah satu diantara kami mengusulkan untuk lewat Jalan Ketandan, biasanya kalo imlek ramei. Walaupun pada akhirnya zonk karena belum pembukaan :D Karena kita di tengah-tengah, bingung mau ke selatan (0 KM) atau mau ke utara (Mall). Yang akhirnya, memilih untuk ke selatan. Rara mau melunasi utang padaku, ngajak masuk SO 1 Maret, biar bisa foto malem-malem di tulisan “Benteng Vederburg” di bagian selatan monumen.
Sampai di sana....
Rame. Di dalamnya pun penuh. Tapi tak satu pintu pun terbuka masuk ke Monumen SO 1 Maret.
Ternyata. Setelah melihat mereka. Lompat pager. Aaaaak. Nggak anggun donk kalo aku ikut-ikutan :D